Sarung Bantal PERURI
Ibuku (almh) rajin memanfaatkan bahan apa saja yang sekiranya masih layak pakai untuk dijahit menjadi lebih bermanfaat, sebut saja sarung bantal dan lainnya. Dan satu kali aku pernah melihat bahan dasar bertulisan PERURI sudah jadi sarung bantal dirumah. Aku kecil sudah berpikir nakal waktu itu, mungkin karena baru tahu bahwa uang bisa dicetak jadi aku kira mungkin harusnya cetak saja uang sebanyak-banyak nya supaya bisa hidup enak dan tidak miskin melarat. Kala itu suatu siang di tahun 1990an. Aku masih SD.
Sekarang aku tahu kenapa rupanya cara itu tidak bisa digunakan. Sebetulnya sudah sejak beberapa tahun ini aku mulai mengenali konsep dan hukum sebab akibat perihal ini. Tapi baru sekarang ini gambaran jelasnya muncul. Akibat nyata jika pemerintah mencetak uang terlalu banyak adalah kenaikan harga, makin banyak jumlah yang dicetak maka makin naik pula nilai suatu barang. Istilah lain untuk menggambarkan keadaan ini adalah inflasi. Yaitu peningkatan/kenaikan harga secara keseluruhan dalam suatu perekonomian negara.
Inflasi besar-besaran yang terjadi di Jerman tahun 1920an dan di Zimbabwe beberapa waktu lalu adalah contoh nyatanya. Dimana harga barang kecil saja harus dibayar dengan membawa uang yang didorong dengan menggunakan grobak berisi uang semua. Atau seperti harga koran di Jerman yang di tahun 1922 (November) senilai 70 Juta Mark. Repot ya jadi belanjanya..! Hahaha... kasian dengan bank yang tentu saja akan kebingunan menyiapkan ATM atau brankas ukuran ekstra besar untuk menyimpan uang kas.
Sekilas memang Inflasi membawa dampak positif seperti perputaran barang/jasa menjadi lebih cepat dan mengurangi angka pengangguran karena kegiatan investasi tentu akan meningkat serta tentu saja bagi sebagian orang khususnya pengusaha ini akan membuat pendapatan (secara nominal) bertambah. Namun demikian akibat buruk nya juga tidak kalah banyak. Misalnya bagi mereka yang berpenghasilan tetap tentu kenaikan pendapatan yang diperoleh tidak akan setinggi mereka yang spekulatif sehingga secara tidak langsung makin memperlebar kesenjangan sosial.
Hal lain yang dapat terjadi adalah kerugian yang bisa muncul bagi para nasabah bank yang nilai uang mereka akan turun karena tidak sebanding dengan kenaikan harga barang/jasa diluar. Ini menyebabkan kesadaran untuk menabung akan menurun (padahal tabungan masyarakat adalah salah satu unsur penunjang dalam perekonomian agregat suatu negara) dan makin berkurangnya nilai uang di mata masyarakat. Dan seandainya saja di tahun 1990an kala itu Indonesia tengah dilanda inflasi hebat, bukan tidak mungkin Ibuku (almh) akan menjadi pengusaha sarung bantal dengan omzet nominal yang tinggi. :))
P.S:
-----
Gambar diambil dari sini.
Comments
Post a Comment
Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.