Posts

Showing posts from 2014

Realita Untuk Dirga (II)

Image
Dirga bergegas pulang membawa serta rasa bangga. Tetapi disaat yang sama, batinnya dirundung cemas membayangkan ayahnya yang sejak dua jam lalu terbujur kaku dimeja operasi. Gemetar kaki Dirga saat melangkah memasuki pintu rumah sakit, ia terus berjalan menyusuri labirin lorong yang menuju ruang operasi. Derap langkahnya senada dengan batinnya yang tiada berputus asa dalam doa. "Semoga ayah sembuh!" Dirga masih belum siap bila semuanya harus berubah. Ia terbiasa hidup lurus menuju cita- cita. Ayahnya adalah suntikan utama semangatnya. Dirga sudah berada 10 meter dari ruang tunggu kamar operasi. Ia tahu ibu dan beberapa saudara ayahnya telah sedari tadi menunggu disana. Langkah Dirga makin berat, ia seperti tak sanggup mengangkat kepala dan menatap lurus ruangan itu. Semua yang terlintas dalam benaknya adalah kilasan memori masa kecilnya. Saat ia dan ayahnya berplesir sore mengitari kota dengan motor vespa sederhana sambil ayahnya memberi cerita cita yang hebat baginya, tenta

Realita Untuk Dirga (I)

Image
Maret 2000 Ada semangat menyala di dada Dirga. Seorang pelajar SMA kelas 3 yang sebentar lagi akan lulus. Meski belum tahu persis mau jadi apa, Dirga memang bukan pemuda biasa. Ia ingin berhasil dan sukses dalam hidupnya. Tidak ada hari terlewat tanpa ia memikirkan rencana lanjutan studinya. Ia menulis besar- besar sederet nama kampus beken di negeri ini yang akan jadi incarannya. Tidak tanggung- tanggung, sebuah jurusan yang konon biayanya selangit pun berani ia cantumkan di urutan nomor 1. "Ga, gak kerasa nih, dua bulan lagi kita ujian akhir. Mudah- mudahan kita lulus dan bisa lanjut sekolah di kampus idaman masing- masing!" Julian berujar santai ke Dirga usai lonceng tanda jam pelajaran berbunyi. "Aamiin, iya Jul. Gue kepengen banget jadi advocat atau kalo enggak ya psikolog, gua mau ambil studi hukum atau psikologi aja rencananya di Universitas Gajah Mungkur" Sembari mengambil tas gendongnya, Dirga menimpali ucapan Julian. "Yakin Ga? Gue gak minat kes

Nasib Sanib

Image
Sanib gusar. Sudah dua bulan belakangan hujan tak juga turun di kampungnya. Kegusaranya sangat beralasan sebab sehari- hari Sanib bekerja sebagai petani jagung. Musim kering membuat panen jagungnya kali ini terancam gagal. "Ya tidak apa- apa Mas, kan kita masih punya tabungan dari hasil panen bulan- bulan kemarin. InsyaALLAH cukup untuk beli beras dan bahan sehari- hari" Ujar Minah sambil meletakkan kopi hangat disebelah suaminya itu. Sanib dan Minah sudah sepuluh tahun berumah tangga, meski tidak mewah, mereka berdua beserta enam orang putra putri mereka hidup tenteram. Sanib memang rajin bercerita ke Minah tentang apapun, termasuk soal kekeringan yang melanda kampung mereka. "Kalau sampai tabungan kita habis tapi hujan belum juga turun. Aku perlu cari pekerjaan lain supaya bisa dapat uang, mungkin aku mau ikut kayak si Darma kerja nebang kayu dihutan!" Sanib bertutur sambil berusaha menyembunyikan kegusarannya, ia menyeruput halus kopi buatan istrinya itu. Sat

Tulisan Untuk Tuhan

Image
Tuhan, bila ini caraMu untuk bilang Bahwa aku cuma hambaMu yang lemah Maka aku pasrah Tuhan, bila ini kuasaMu untuk tunjukkan Betapa agung dan sempurnanya Engkau Maka aku terima Tuhan, bila lewat semua ini kau ajariku Tentang kepatutan sebagai hambaMu Maka jangan sisakan pongah dikalbuku Tuhan, siapa aku yang berani tanya putusanMu? Kau beri jalan lurus dan mulus bukan untukku Dan cuma tersisa terjal dan liku Tuhan, getar hebat didadaku Saat kubaca kuatnya firmanMu Kau bilang "Sesungguhnya janjiKu amat teguh" Tuhan, jangan Kau tolak doaku karena dosaku Pun pula bagi para orang tua, istri dan saudaraku Bila bukan Engkau, tak ada lagi tempat bagiku Tuhan, ada setan berbisik hebat bilang Kau lupakan aku Tuhan, ada malaikat berujar lembut bilang Kau tengah mengujiku Tuhan, Engkau paham betul gemuruh bimbang menerpa imanku Tuhan, Engkau ada, Engkau nyata Darimu aku bermula, Engkau maha mencipta Apa mungkin aku telah lupa? Tuhan, Selamatkanlah aku dari gila.

Kalkulasi BBM di Lorong Politik

Image
Menjadi presiden dan wakil presiden terpilih pasca Pilpres 2014, Jokowi-JK langsung dihadapkan pada polemik menahun BBM yang sejak dulu timbul tenggelam mengemuka. BBM, yang kerap dipelintir sebagai akronim dari Benar- Benar Masalah, merupakan batu sandungan yang mempersingkat masa bulan madu Jokowi-JK dengan 70 juta lebih pemilihnya. Dikatakan menjadi batu sandungan bukanlah tanpa sebab, karena sejelas apapun nalar  ekonomi Jokowi-JK dan Tim Transisi untuk menaikkan harga BBM, implementasinya akan masuk ke jalur politik yang panjang lagi penuh intrik. Kita sudah sejak lama tahu bahwa isu kenaikan harga BBM telah menjadi komoditi yang paling empuk untuk menggiring opini publik bahwa sang penguasa tidak memihak wong cilik. Akhirnya kebijakan ini dianggap sebagai kebijakan tidak populer yang sebisa mungkin harus dijauhi. Tetapi Jokowi-JK sepertinya tidak punya opsi lain, rencana untuk meminta SBY-Boediono menaikkan harga BBM di akhir masa jabatannya telah gagal setelah hasil pertemuan d

Sajak Pajak

Image
Atas nama bangsa Ada banyak tujuan mulia Juga harapan dan cita Demi tercapainya sejahtera Diatas panggung semua beretorika Diatas podium semua bisa bebas bicara Tapi tak semua ingat satu kunci utama Cita mulia tanpa dana kan berakhir nelangsa Tetapi negeri ini tak pernah jalan sendiri Ada sisi lain yang tak pernah kita sadari Tentang jiwa militan pengabdi negeri Tentang mereka yang patut kita apresiasi Jauh dari sorotan dan lampu kamera Tak tersentuh liputan media massa Ada lebih dari tiga puluh ribu jiwa Bersama mereka terselip banyak cerita Tentang duka cita mengisi pundi negara Sempat mereka habis dikebiri Oleh laku lancung oknum tak tahu diri Mereka dihakimi oleh sumpah sarat emosi Tudingan pun silih berganti menghampiri Bergeming, mereka tetap maju tak peduli Dari hasil kerja mereka, mengalir dana untuk negara Dari jerih dedikasi mereka, berjalanlah tujuan bangsa Dari tekun kontribusi mereka, cerahlah harapan sejahtera Dari tegar sabar mereka, terwujudlah

DJP Ibarat Jerman di Masa Lalu?

Image
Tanpa bermaksud memaksakan dua kondisi yang sebetulnya tidak sepadan antara sejarah negeri Jerman dengan DJP dalam konteks kekinian, tulisan ini hanya bermaksud mengajak para pembaca untuk melihat bagaimana sejarah tentang pemaksaan kondisi berkepanjangan dapat berdampak buruk terhadap performa dan kinerja bahkan lebih dari itu dapat memberi ekses negatif terhadap entitas lain disekitarnya. Jerman di tahun 1919 telah luluh lantak tak berbentuk. Ekonominya terpuruk akibat kalah dalam perang dunia I. Lebih tragis lagi, Jerman diharuskan membayar kerugian ekonomi yang diderita negara- negara yang telah ia hancurkan semasa perang. Poin tersebut tertuang didalam Traktat Versailles yang dimotori oleh Amerika Serikat. Sebuah poin yang telah membuat Jerman berada di titik paling ekstrim yang pernah dicatat sejarah dunia. Jerman nelangsa. Kondisi tersebut bukannya tak dapat dihindarkan. Ketika Traktat itu dirumuskan oleh Perancis, Amerika Serikat dan Inggris telah muncul opsi untuk tida

Hidup Minus Drama

Image
Saya merasa semakin malas untuk terlalu banyak berkumpul entah itu dengan teman maupun dengan keluarga besar, apabila itu tidak penting- penting sekali. Buat saya kini, menghabiskan waktu berdua dengan istri dirumah, berolah raga atau menekuni hobi jauh lebih menarik. Bukannya enggan bergaul atau membaur tetapi pengalaman hidup telah memberitahu saya bahwa setiap orang disekitar kita selalu punya cara dan selalu merasa punya hak untuk sekadar ingin tahu isi dapur dan kehidupan pribadi rumah tangga kita. Dan saya kira jalan terbaik agar tidak terjebak didalamnya adalah dengan menjauhi atau meminimalkan komunikasi saja Saya berpikir mungkin ini tanda bahwa saya semakin menua. Kalau iya pun tak mengapa. Sebab itu berarti saya tidak lagi sekadar mampu menyusun prioritas hidup tetapi juga berani menjalankannya. Bersama dengan orang tua, maka istri saya adalah orang yang paling berhak atas waktu saya. Saya harus pandai mengatur diri dan memastikan bahwa mereka telah saya penuhi hak nya. Sem

Demikian Sikap Saya

Image
Angan ini tak pernah saya kira terlalu tinggi, sekadar angan- angan sederhana khas manusia muda. Tetapi pahit betul mendapatinya tak juga menjadi nyata. Siapa sangka bahwa semuanya tidak pernah semudah sebagaimana lisan bertutur. Ini adalah saat- saat dalam hidup, dimana saya menelan bulat- bulat diri saya sendiri dihadapan kuasa Ilahi. Inilah momen dimana saya mulai bertanya berapa lama lagi saya harus begini? Terbebani oleh doa- doa dan harapan saya sendiri. Tidak mungkin saya hidup tanpa harapan, tak mungkin saya berani berharap tanpa berdoa. Tapi keruh juga jiwa ini melihat sebagian orang mendapatkan apa yang saya inginkan tanpa mereka berusaha dan berdoa, bahkan tanpa menyembah sang maha kuasa. Saya seperti berada diujung pengharapan. Ingin sekali melupakan semua doa dan harapan yang sudah terpatri sangat dalam. Sebab itulah yang orang sebut dengan Pasrah. Tapi saya tidak melihat hubungan antara melupakan dengan kepasrahan. Untuk apa berharap dan berdoa bila hanya akan dilupakan?

Refleksi 1 Dekade

Image
Hidup yang hidup adalah hidup yang punya tujuan/ cita- cita. Saya dan begitu juga mereka, tentu punya itu. Saya berharap bagi orang- orang yang belum tahu tujuannya untuk segera menemukannya. Karena sekali tujuan itu ditetapkan, maka petualangan hidup baru dapat dimulai. Tujuan saya sederhana. Saya ingin sekolah setinggi- tingginya. Saya senang bisa tenggelam bersama tumpukan buku bacaan yang membuka pikiran. Saya juga suka dibuat penasaran oleh soal Matematika atau Psikotes yang menarik dan mengkontraksikan antar neuron otak saya. Saya juga gemar menulis dan mengolah kata menjadi menarik. Tetapi saya sadar bahwa saya belum menghasilkan apa- apa. Tak ada karya nyata yang bisa saya pajang menjadi kebanggaan, selain tulisan/opini lepas di internet dan blog pribadi ini. Pendidikan saya pun masih rendah, masih D-III. Kadang malu, tapi memang itu fakta. Sesekali saya berpikir ulang jalan hidup saya. Selepas SMA tepat 10 tahun lalu saya berpeluang besar menjadi seorang Dokter lewat surat k

Untuk Semua Sahabat (Lama) Saya

Image
Saya kehabisan kosakata untuk menggantikan "lama" di judul tulisan ini. Seharusnya memang tidak boleh ada kata lama dalam persahabatan. Sahabat adalah sahabat, ceritanya tidak akan pupus oleh waktu. Tetapi memang, perjalanan takdir hidup seringkali sarat kejutan. Kita dibentangkan jalan lain yang membuat cerita itu harus terhenti. Dari waktu ke waktu, selalu begitu, berulang antara ihwal pertemuan dan perpisahan. Semakin sering, semakin banyak perjalanan, makin banyak pula sahabat- sahabat yang saya temui, untuk kemudian berpisah kembali. Bagi saya, sahabat adalah keluarga yang dapat kita pilih. Saya ingat semasa kuliah, saat seorang sahabat tanpa ragu membantu saya pindah kos di tengah malam. Atau sahabat yang sering kali rutin menjadi partner olahraga saya (jogging). Atau kisah lain ketika beberapa sahabat berkenan hadir ke pernikahan saya walau untuk itu mereka harus menempuh jalan jauh yang panjang dan mahal. Dan banyak lagi yang lain. Mereka telah membuat saya merasa di

Dibekap Candu Subsidi BBM

Image
Masih sisa 6 bulan lagi, habis tahun 2014. Itupun kalau belum kiamat. Bila melihat kedepan tentang kesejahteraan, rasanya cuma bisa realistis. Berat untuk berharap banyak pada SBY and Friends di masa-masa akhir jabatan mereka sebab memang mereka enggan ambil resiko, dan lebih memilih bersembunyi dibalik citra "mensejahterakan rakyat". Sementara, soal kesejahteraan di negeri ini adalah soal ketidaktegasan dalam tata kelola anggaran BBM. Semula hanya dikisaran Rp293 Triliun tapi belakangan jebol sampai tembus Rp392 Triliun. Angka yang setara lebih dari 30% untuk pengeluaran/belanja ternyata habis untuk meninabobokan rakyat. Dari inti masalah kesejahteraan, untuk kesekian kali, diingatkan kepada para pengambil kebijakan bahwa sudah saatnya mencabut beban subsidi BBM yang tiap tahun makin menghabisi anggaran. Apalagi penikmat subsidi ini bukanlah kaum papa yang membutuhkan. Saya menunggu, barangkali besok di sesi debat yang membahas soal kesejahteraan rakyat, salah satu saja da

Ketika Data Berbicara (Mengungkap yang Mengendap)

Image
Saya adalah seorang Account Representative Ditjen Pajak di Provinsi Kep. Bangka Belitung. Wilayah yang saya awasi adalah Kecamatan Koba, Bangka Tengah. Disana banyak eks- rekanan PT Koba Tin (perusahaan penambang Timah terbesar di Kabupaten tersebut yang kini telah berhenti beroperasi) yang kerap saya awasi pajak nya. Tapi dari sekian ratus eks- mitra itu, ada beberapa yang tidak berbisnis menjadi mitra dengannya, tetapi justru dengan BUMN ternama di sektor yang sama yaitu PT Timah (Persero) Tbk. Satu diantaranya saya sebut saja CV Dulsawan. CV Dulsawan ini Sudah sejak 2008 menjadi mitra PT Timah (Persero) Tbk. Ia menjual jasa reklamasi lahan bekas area penambangan dan juga penyedia jasa angkutan hasil penambangan bijih timah. Bisa dibilang pemenuhan kewajiban perpajakannya sejak kali pertama berdiri termasuk cukup patuh dan tak ada pelanggaran yang cukup berarti. Setidaknya dilihat dari SPT Tahunan & PPN yang dipungut Bendahara BUMN tempatnya menjadi mitra. Tetapi di 2011 kemarin

1 Diantara 30.000

Image
Siapalah saya ini? cuma 1 diantara 30.000 manusia yang cari nafkah diatap yang sama. Apa masih perlu saya tuangkan segala karya dalam kata atau segala usaha dalam cerita? Sebab itu mungkin tetap tak akan membuat saya menjadi berarti diantara 30.000 lebih nyawa itu. Pada awalnya saya datang membawa cita dan mimpi. Mungkin begitu juga mereka. Hari berlalu, bulan dan tahun. Lalu di tepi pengharapan saya bertanya untuk siapa ini semua? Ada yang bilang itu semua untuk lebih dari 28 juta penduduk yang masih dianggap tak berpunya. Tapi siapa saya? Robin Hood bukan, Spiderman jauh. Sebab jauh didalam hati kecil saya masih ada cita dan mimpi itu. Satu harapan untuk sekadar dianggap ada dan diberi kemudahan. Tak sekadar menerima rupiah setiap bulan semata. Namun, tetap realita memang begitu adanya. Saya cuma 1 diantara 30.000 manusia yang diwajibkan untuk patuh pada aturan yang memberi rasa cemas dan beban. Takut- takut saya menuliskan ini. Khawatir dianggap tidak bersyukur. Tapi sudahlah, set

Membaca Mega

Image
Ia adalah saksi hidup silih bergantinya para penguasa. Ia cuma sekadar ibu rumah tangga biasa yang kemudian terseret arus pusaran politik nasional. Tahun demi tahun berlalu dan telah banyak dinamika dan prahara yang menempanya. Ditelikung lawan, dikhianati bawahan, dijungkalkan dan ditekan rezim sudah pernah ia alami. Semua itu seharusnya lebih dari cukup untuk menjadikan ia ambisius dan kembali merebut kemenangan yang tidak pernah benar- benar dinikmatinya sejak awal. Tapi ia lebih dari sekadar politisi matang yang mengincar kemegahan istana. Ia menjelma kini menjadi seorang negarawan yang mencintai negaranya. Saat tragedi Kudatuli 27 Juli 1996 ia dilengserkan dari jabatan sebagai ketua umum yang didapat secara legal penuh legitimasi. Ia dituduh membangkang rezim penguasa. Gerak- geriknya diawasi dan segala sangkaan disasarkan kepadanya meski kemudian tidak terbukti. Ia kembali naik ke panggung politik nasional dan mendirikan PDI Perjuangan yang menjadikannya muncul sebagai tokoh sim

PPh 1% untuk UMKM Antara Berkah dan Musibah

Image
Juli tahun lalu terbit Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Sederhanaya, peraturan ini membidik kelompok usaha kecil dan menengah yang omset setahunnya kurang dari Rp4,8Miliar. Aspek unggulan kebijakan ini adalah kesederhanaan bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, yaitu Pajak Penghasilan yang dibayar cukup 1% per bulan tanpa ada keharusan untuk melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak atas pembayaran yang telah dilakukan. Pun begitu juga bila dalam bulan yang bersangkutan tidak ada omset sehingga tidak ada Pajak Penghasilan yang dibayar. Mempermudah dan menyederhanakan! Mungkin itulah tujuan utama para pemikir yang membidani lahirnya kebijakan ini. Tapi praktik dilapangan tidak semudah yang dibayangkan, keunggulan dan tujuan mulia kebijakan ini tampak terlalu bagus untuk menjadi kenyataan ( too good to be true ) lantaran dasar pengenaan yang digunakan adalah penghasilan kotor/omset/bruto. Protes bermunculan, keluhan dan kecewa tak terhindarkan. Khususnya dari

Soal BBM: Akibat Tak Tegas Anggaran Dipangkas

Image
Ada- ada saja lakon para pembesar negeri ini. Akibat tak berani tarik subsidi BBM yang salah sasaran itu. Kini ragam prediksi yang sudah sejak lama ditakuti hampir menjadi kenyataan. APBN terancam defisit sekitar 3%. Porsi anggaran subsidi makin membuat APBN limbung dan tidak seimbang. Wacana pengetatan subsidi yang menggelinding sejak setahun lalu berakhir tanpa hasil karena nyatanya realisasi subsidi jauh diatas target. Akibatnya pejabat negeri ini mengutak atik anggaran dengan alasan efisiensi. Bahasa sederhananya: Pemangkasan! Pemangkasan itu sendiri adalah hal yang baik. Tetapi jadi masalah kalau sasaran pemangkasan itu justru menyasar pos- pos yang menjadi instrumen pembangunan. Dan itulah yang terjadi kini, Pemerintah melakukan pemangkasan untuk anggaran di Kementerian/ Lembaga. Ambil contoh di Kementerian Keuangan, sebesar Rp300 Miliar dipangkas. Semua satuan kerja dibawah Kemenkeu kini harus melakukan perencanaan ulang rencana aksi yang sudah disusun sejak lama. Dampaknya ban

Pilpres Dimata Seorang Tukang Urut

Image
Tadi malam, seorang tetangga yang mencari nafkah sebagai Tukang Urut, berkomentar siapapun yang terpilih nanti tidak akan mengubah hidupnya. Ia akan tetap mengandalkan hidup pada jari jemarinya yang terampil dan telah membuatnya dicari banyak orang. Susilawati namanya, di usianya yang sudah 53 tahun, bila dalam keadaan sehat ia setidaknya mampu mengumpulkan omset minimal saya hitung- hitung Rp4.500.000,- dalam sebulan. Itu sebabnya ia tidak pernah pasang tarif. Doa tulus dari 'pasien' nya lebih ia damba selain keikhlasan amplop berisi Rupiah yang kerap dilayangkan untuknya. Bagi seorang Susilawati, hiruk pikuk Pemilihan Presiden tidak lagi menarik, ia sudah 'berpraktik' sebagai Tukang Urut sejak era Soeharto 32 tahun silam, saat ia masih tinggal di Rantau Prapat, Sumatera Utara. Dan kini pun begitu juga, sejak pindah ke Pangkal Pinang 2 tahun yang lalu, cukup berbekal tas hitam kecil berisi segala macam minyak urut mulai dari minyak tawon, minyak zaitun, minyak GPU, da

Poros Prabowo: Pondasi Rapuh Tenda Besar?

Image
Prabowo- Hatta resmi dideklarasikan di Rumah Polonia. Teka- teki siapa sang pendamping Mantan Danjen KOPASSUS ini terjawab. Melalui kalkulasi politik yang pelik, Hatta Rajasa resmi disepakati oleh GERINDRA, PAN, PKS, PPP,PBB dan GOLKAR. Jangan harap kita tahu kesepakatan politik macam apa yang telah terbangun didalam poros yang diidentikkan dengan istilah Tenda Besar ini, karena sejak reformasi membidani lahirnya praktik demokrasi 16 tahun silam, selalu ada sisi yang tak terungkap menyisakan tanda tanya. Namun dengan mata telanjang dapat kita saksikan sebuah gerbong besar berisi lebih dari 50% perolehan Pemilihan Legislatif 09 April 2014 plus Mahfud MD dan Rhoma Irama. Mereka beramai- ramai bersama gerbong Prabowo- Hatta memasuki gelanggang Sudden Death melawan gerbong Jokowi- JK yang didukung PDIP, NASDEM, PKB dan HANURA. Menarik, sebab baru kali ini sejak era reformasi Pemilihan Presiden hanya berlangsung satu putaran! Apapun yang akan terjadi di kompetisi ini nanti, tulisan ini say

Basa Basi Demokrasi

Image
Mereka dulu lantang menantang rezim Dengan daya upaya yang mengundang takzim Darah muda mereka mendidih di garda terdepan Sebagian mereka gugur bak tumbal pergantian zaman Mei sembilan delapan sudah enam belas tahun silam Mereka sudah diberi panggung untuk tak sekadar diam Lewat jabatan mereka diharapkan bisa berperan Lewat kesejahteraan mereka dibebani pertanggungjawaban Mereka yang gugur, telah dicatat sebagai pahlawan reformasi Namun tetap, nyawa mereka tak patut pergi menyisakan elegi Sementara sebagian rekan mereka utuh bernyawa dan kini sejahtera Sejarah menunggu mereka mengungkap tanda tanya atau malah lupa? Reformasi bukan semata soal aksi dan orasi Didalamnya tersimpan cita- cita dan rindu negeri tak terperi Mereka adalah pelaku sekaligus saksi atas raja yang ditumbangkan Pekikan mereka adalah harapan, langkah mereka adalah perlawanan Berbilang tahun telah berlalu, detak waktu terus melaju Tak juga terjawab tanda tanya itu, mereka bahkan seperti bisu Miris ke

P.S: I Love You

Image
Sayang Hari ini tepat setahun Lafaz Ijab Qabul itu mengalir terucap Di satu pagi yang tidak akan kita lupa Saat semuanya terasa begitu cepat Sayang Mungkin baru setahun Tapi telah begitu banyak cerita kita Cita, duka, lara dan bahagia Semuanya terasa sama menguatkan cinta Sayang Kukatakan dengan penuh sadar Inilah setahun terbaik yang pernah kumiliki Bersamamu, meniti segalanya dari awal Saling menjaga dan memahami tanpa henti Sayang Mengimamimu adalah kesucian Menyayangimu adalah keutamaan Melindungimu adalah penghargaan Walau kadang ku jatuh dalam ketidaksempurnaan Sayang Hari depan masih terbentang Tak peduli seberapa panjang Semoga kita tetap bergenggaman tangan Dalam pertolongan Sang Pemilik Kehidupan P.S: ----- Selamat Hari Ulang Tahun Pernikahan kita, sayang. Abang Sayang Iis.