Posts

Showing posts from September, 2012

Memoar Diklat AR

Image
Hidup penuh kejutan. Seperti baru kemarin aku menyoal pekerjaan tengik yang aku geluti, tapi semua sensasi emosi itu raib dalam hitungan hari, yakni saat aku diikutsertakan dalam pendidikan dan pelatihan calon Account Representative di lingkungan Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumatera Selatan dan Kep. Bangka Belitung. AR! Walau belum tahu kapan diangkat, tapi setidaknya ada harapan. Aku masuk dalam angkatan III beserta 30 orang lainnya. Lumayan sekalian bisa menambah teman baru dari banyak daerah, termasuk dari Tanjung Pandan, kota terjauh dilingkungan kanwil ini. Banyak persiapan awal yang aku susun mulai dari mengunduh materi, mempelajari dan membaca supaya lebih ada gambaran waktu menjalaninya. Diklatnya berlangsung dari 24 s.d 28 Sept kemarin di daerah Sukabangun Kec. Sukarami. Palembang. Kejutan kembali hadir! Selama diklat berjalan, aku berusaha untuk fokus menimba ilmu bukan nilai, prinsip yang sudah kupegang sejak kuliah kemarin. Fokus perhatian aku satukan selama diklat pada

Siapa AR?

Image
Siapapun yang bernama dengan inisial AR percayalah ini bukan tentang anda. AR yang saya tuliskan ini adalah singkatan dari Account Representative, sebuah jabatan baru dalam struktur Ditjen Pajak yang lahir sebagai anak kandung modernisasi sistem perpajakan yang bergulir sejak satu dekade silam. AR, dalam perjalanannya telah menjadi satu posisi jabatan dengan variasi dan rentang pekerjaan yang terbanyak dibanding yang lain di internal tubuh Ditjen Pajak atau mungkin di institusi lain. Peran AR menjadi sangat sentral terkait visi utama Ditjen Pajak sebagai institusi yang diamanahi untuk mengumpulkan uang demi kepentingan penyelenggaraan negara. Secara umum ada tiga peran AR, yaitu; Ujung tombak pelaksanaan tugas Ditjen Pajak, Penghubung Ditjen Pajak dengan Wajib Pajak dan Personel yang diandalkan Republik untuk mengumpulkan uang bagi negara. Tugas AR menuntut keterampilan teknis perpajakan yang paripurna, stewardship yang memadai serta kemampuan menyusun prioritas yang baik dan ap

Komoditi Provokasi: Agama

Image
Kita kini seperti tergagap dalam huru hara isu keberagaman beragama, padahal sejarah mencatat bahwa hal ini bukan barang baru bagi negeri ini sejak dahulu ketika para bapak bangsa duduk bersama merumuskan dasar negara. Dibanding dulu, sajian berita soal kekerasan terhadap pemeluk suatu ajaran agama atau penistaan sebuah agama tidaklah semarak satu dekade belakangan. Situasi ini bagai masa sulit atau predicament dalam sejarah kemajemukan bangsa Indonesia. Dan dari sejarah dunia kita belajar bahwa isu agama adalah isu turunan dari manajemen yang salah urus dan kepemimpinan yang tidak becus. Isu derivatif ini bila dibiarkan akan makin mengemuka seperti masalah yang mengaburkan muasal utamanya. Pada dasarnya, setiap warga negara berhak untuk hidup aman dan tenang dalam menjalankan ibadah. Rasa aman ini bukan hanya bagi mayoritas Islam atau mayoritas Jawa, melainkan untuk semua, apapun agama dan etnisnya. Dan pemerintah berkewajiban dalam menciptakan rasa aman tersebut. Contoh yang bis

The Shifted of Apology

Image
Tampaknya kata maaf kini sudah bergeser maknanya dari soal kelapangan hati menjadi sebuah basa basi diksi. Sudah saatnya Maaf ditempatkan kembali di derajatnya yang tinggi sejajar dengan ketulusan dan keikhlasan. Ketika dua politisi berdebat sengit saling nyinyir memojokkan sampai mengangkat isu panas yang menohok nurani, pada akhirnya selesai dengan kata maaf. Ketika seorang anggota forum online dengan gencar memfitnah atau menggiring opini tanpa dasar dan kemudian terbukti salah, pada akhirnya selesai dengan kata maaf. Ketika seorang pejabat negara melakukan korupsi yang menciderai amanah dari rakyat, ia ditangkap dan dimuka pengadilan ia selesaikan dengan kata maaf. Ketika seorang atasan menggebrak meja didalam rapat. Braaakk!!! Suasana hening seketika dan berlanjut dengan ucapan maaf sang atasan karena kelepasan. Ketika dua bocah kecil bertengkar hebat hingga adu jotos, tak lama kemudian mereka sudah saling bermain kembali seperti tidak terjadi apa- apa. Polos! Maaf. K

Office Is Not A Homelike

Image
Insincerity, fakeness, individualism. Saya menulis tentang dunia kerja. Dan tiga kata diatas adalah kebenaran absolut yang selalu ada di lingkungan kerja. Bekerja bisa jadi bagian yang kurang menyenangkan dari tahapan menjadi tua dan mau tidak mau setiap kita harus masuk kedalamnya dengan alasan yang sudah sama kita pahami. Dunia kerja adalah dunia yang hanya akan melihat apa yang mampu kita hasilkan tanpa mau mengerti bagaimana dan apa yang terjadi didalam hidup. Ini pun makin diperberat dengan realita bahwa kompetisi demi status dan materi selalu akan menegasikan nilai kemanusiaan dan empati demi kepentingan diri sendiri. Jangan tanya atau harap tentang ketulusan karena setiap pelaku dunia kerja sudah terlalu sibuk dengan orientasi pribadi sebagai tuntutan hidup yang harus dipenuhi. Berharap ketulusan hanya akan berakhir kecewa, karena dunia kerja bukan bangku sekolah dimana dulu kita berteman tanpa tendensi atau udang di balik batu. Singkatnya, dunia kerja akan terus membuat

15 Tahun...

Image
Ada banyak hal yang bisa diceritakan bersama seharusnya setelah 15 tahun tak berjumpa. Namun semua memang soal hati. Tanpa ada itikad baik dan kesediann memperluas sudut pandang, semua akan sia- sia, walau dalam satu abad sekalipun tak bertemu, semua masih akan tetap sama, dendam kesumat yang membatu? prasangka tak berkesudahan? What is it lying inside?? Baiklah, yang penting niat baik telah tertunaikan. Bukan kuasa manusia untuk membolak balikkan hati. Hidup akan tetap terus berjalan seiring laju waktu. Terlalu lama terkungkung masa lalu akan membuat gelap jalan di depan. Mereka hanya korban dari hati yang terkunci dan prasangka yang terbelenggu. Dan saya adalah manusia yang tidak akan pernah takut bermimpi, terus bertindak dan berdoa demi hari depan yang lebih baik. Sama seperti siapapun yang sejalan dengan pikiran saya. Karena inilah hakikat hidup, and.. It is great to be alive! Thanks... Palembang September 2012

Pulau Kemaro

Image
Ada sebuah pulau di tengah Sungai Musi, sekitar 6 km dari Jembatan Ampera ke arah timur. Pulau Kemaro namanya,dengan ukuran seluas 24 Ha, pulau ini adalah pusat ibadah umat Budha Sumatera Selatan, terutama bila tiba perayaan Imlek. Pagoda 6 tingkat, klenteng serta patung tokoh seputar kepercayaan Budha dibangun di pulau ini. Saya menunjungi Pulau Kemaro ini bersama dengan 4 orang teman yang kebetulan lagi tugas ke Palembang. Kami menyewa kapal ketek seharga Rp 130.000 untuk perjalanan pulang pergi. Semula harga yang ditaruh adalah Rp 250.000 harus negosiasi alot baru bisa turun. Waktu tempuh sekitar 30 menit melintasi Sungai Musi, pemandangan tepian kiri kanan cukup beragam, mulai dari sentra pasar 16 Ilir, rumah panggung, kios terapung, anak kecil yang mandi di tepi sungai hingga BUMD PD Pusri Sriwijaya. Arus gelombang lumayan kencang dan hari belum terlalu terik, Wonderful!! Begitu tiba kami langsung memasuki gerbang klenteng dengan patung naga khas China. Berkeliling di be

Hari Ini.

Image
@05.00. Seting: Kamar Bujangan. 'Alarm rutin' dari yang terkasih mendentumkan bass intro lagu dari Rob Thomas. Tak lama, Pagiku pun bermula. 14 September hari ini. Beranjak bangun, bergegas sholat, sejenak wajib lapor pagi, lalu pergi mandi. Bersiap dan kemudian meluncur bersama Kalajengking Biru yang setia menemani. @08.00. Seting: Kantor Bujangan. Rutinitas sosial dimulai. Fleksibilitas karakter mulai dipakai. Harus adaptif dan tahan banting. Setumpuk surat harus saya catat, amplopi lalu kirim, sejumlah konsep harus diantar ke pejabat penandatangan. Dan isian administrasi Sensus saya lengkapi dan laporkan. Hasilnya, menjelang Jumatan semua usai namun yang lain menjelang. Great!! @15.00. Seting: Ruang Rapat. Evaluasi pekerjaan. Secara kuantitas msh jauh dr yg lain, hanya 621 yang berhasil di sensus hingga 'sudden cut-off'. Tapi saya puas sudah menikmati ragam sensasi di lapangan. Itu sudah alhamdulillah. Walau total target penerimaan dari sini mungkin bisa l

Tukang Surat

Image
Ini bukan tentang petugas pos, lalu apa ya? Mungkin sekadar cara saya menertawakan nasib. Tentang bagaimana bahwa dalam usia 25 tahun ternyata saya terdampar di kota ini dengan status sbg tukang surat di kantor pajak yang mentereng. Ya, tukang surat, saya tidak sedang mengigau dan anda sepenuhnya dalam kondisi sadar. Sudah 8 bulan saya di kota ini, setelah 8 tahun yg saya habiskan di Jakarta. Tadinya saya kira dengan bekal pendidikan yg lbh baik, saya akan berjibaku dengan pekerjaan teknis tempat segala kesempatan menerapkan ilmu masa kuliah kemarin berada. Tapi nyatanya hingga kini, saya hanya dipercaya sebagai tukang pengantar surat antar lantai antar ruangan, penatausaha dokumen dan laporan. Kalau sedang beruntung bisa naik kelas untuk ikut kunjungan ke lapangan. Atau seperti saat ini, jadi petugas sensus pajak ke lapangan, dari pintu ke pintu. Tapi yaa.. Sudahlah, saya coba melihat ini sebagai latihan berbesar hati. Bahwa sebagai pegawai baru saya adalah yang dianggap panta

Intuisi Sepi

Image
Sayangku... Bersamamu adalah menikmati setiap waktu berdua denganmu walau dalam diam sekalipun. Karena aku tahu di saat yang sama hati kita sedang berbicara. Bersamamu adalah mendengarkan renyah tawamu, karena bahagiamu adalah bahagiaku walau dengan sadar aku katakan bahwa aku belum berani menyentuhmu hingga kau halal bagiku. Bersamamu adalah meresapi suasana sederhana di tepi jalan sembari menghabiskan kudapan yang seadanya. Karena kita tahu bahwa bahagia itu kita yang buat, bukan apa yang orang katakan. Bersamamu adalah membicarakan tentang hidup dan cita- cita hari esok, yang mungkin masih jauh di ujung sana namun bagiku hadirmu kian memberi alasan untuk terus maju. Bersamamu adalah menghadapi hidup dengan berani, dari kalimat- kalimat sederhana yg biasa kita bahas soal tantangan dan beratnya rintangan barubah menjadi optimisme kehidupan. Bersamamu adalah mensyukuri hidup dan kehidupan aku, kau lalu kemudian KITA, sayangku...

Insensitif

Image
Makin kesini, otak ku makin selektif memilah kejadian, suara, omongan atau isu mana yang baik untuk dicerna. Bila dulu hasil ujian untuk mata kuliah Pajak Pertambahan Nilai pernah hanya 56 sudah membuat uring- uringan, insecure dan cemas. Kini, hasil pekerjaan di kantor yang tidak seberapa sempurna pun masih bisa kubawa dengan santai. Mungkin karena sudah menjelang seperempat abad ini. Kalau menoleh ke belakang sejenak sudah cukup panjang jalan yg sudah terlewati. Tapi, jalan didepan juga terlihat masih panjang mungkin seperti tidak berujung. Kemarin adalah pelajaran, dan hari depan masih misteri. Bagus lah ini ku kira, karena enteng rasanya bisa terbebas dari beban pikiran yang tidak seharusnya jadi beban. Atau mungkin karena ini terarah dengan sendirinya karena dorongan doa juga logika yang melihat apa apa yang lebih penting, serta patut diupayakan dengan berpijak pada pengalaman serta pelajaran hari kemarin. We are not who we are now without the past we experienced. Atau bisa