Posts

Showing posts from December, 2013

Beranjak Dari Dilema

Image
Menjadi kuat bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan kemampuan untuk memilih sikap dan respon yang tepat atas segala kejadian. Bagaimanapun idealnya kehidupan yang ingin kita jalani, Kejadian didalamnya tidak akan pernah bisa kita pilih, tapi kita bisa memilih bagaimana menghadapinya. Dari pilihan ini, siapa kita ditentukan, menjadi pemenang atau pecundang. Banyak yang jatuh terpuruk makin dalam saat dilanda ujian, namun tak sedikit yang justru makin bersinar terang usai melewati tantangan. Masalahnya, memilih sikap bukan pula hal mudah. Memilih sikap itu adalah cerita yang lain dari sekadar memilih baju didalam lemari atau memilih menu harian untuk disantap. Dalam memilih sikap, siapapun kita tentu akan dihadapkan dengan dilema. Dilema antara siapa yang harus diutamakan, diri sendiri atau bukan. Diri sendiri adalah yang paling mudah untuk dipuaskan, sebab cuma kita yang paham standar keinginan kita, namun orang lain? Kita tidak pernah tahu sejauh apa batasnya. Namun pahitnya, kita

Koruptor, Pejabat Atau Penjahat?

Image
Mencuri adalah perbuatan yang tidak dibenarkan, apapun alasanya. Tapi kebijaksanaan atas nama kemanusiaan patut dipertimbangkan bila pelaku adalah kaum papa yang terjepit kebutuhan hidup ditengah ketidakpedulian lingkingan sekitar, sebab pada saat yang sama disaat itu, ia sebenarnya adalah korban. Lagipula kerap didapati pada kasus level itu, yang dicuri adalah sekadar buah atau sekerat roti. Tapi bagaimana bila pelakunya adalah pejabat? Maka tidak saja perbuatannya tidak bisa dibenarkan, justru patut diberi harga mati bahwa ia telah berbuat keji! Mencuri, dalam kapasitas pelaku sebagai pejabat, merupakan bentuk riil tindakan menciderai amanah sekaligus melukai jiwa masyarakat. Pejabat diangkat dengan dasar kepercayaan dari rakyat untuk mengatur negara dan memberi kesejahteraan bagi rakyat. Tetapi jika pejabat itu mencuri maka pada hakikatnya yang ia curi adalah hak rakyat. Hak untuk merasai keadilan. Hak untuk mencicipi sejahtera. Hak untuk hidup tenang dan damai. Semua hak itu dapat

Panggung Rapuh Politik Indonesia

Image
Politik adalah panggung paling kentara didalam deretan catatan perjalanan bangsa. Lewat politik, berbagai arah sejarah bangsa bermula, dijalankan dengan segenap ideologi yang menjadi nafasnya. Pelakunya adalah mereka yang kita namai politisi atau kaum elit/terpandang. Dari rahim politik Indonesia terlahir tokoh sekelas Soekarno, Hatta, Sjahrir, dll. Politik itu mulia dan praktiknya bertujuan memuliakan kehidupan rakyat, mulai dari kaum sejahtera hingga mereka yang papa. Politik menjadi bahasa pemersatu para pendiri bangsa untuk mewujudkan cita- cita merdeka, yaitu bahasa perjuangan. Sampai akhirnya, jaman berganti, tokoh pengisi panggung nan gebyar cahaya itu pun tak lagi sama. Tetapi, politik dengan tujuan mulianya (seharusnya) tetap tertanam menjadi landasan arah perjalanan. Kini pun, ceritanya tetap sama, panggung politik tetap menjadi sorotan utama. Bedanya, politisi-politisi itu kini tidak lagi perlu repot memperjuangkan kemerdekaan. Namun disinilah sengkarut politik itu dimulai.

Pajak: Antara Realisasi dan Ekspektasi

Image
Di negeri ini Pajak adalah sektor unggulan yang belum benar- benar diunggulkan. Pelaksanaanya tidak mendapat panggung perhatian, bahkan dibenci dan diacuhkan. Padahal 'nyawa' bangsa ini dipertaruhkan dari Pajak. Urusan pajak itu adalah urusan nasional. Curahan atensi seyogyanya juga mengalir dari pucuk tertinggi hirarki birokrasi. Presiden. Namun, berbilang dekade lamanya bangsa ini seperti dicekoki dogma bahwa urusan Pajak itu sepenuhnya ada di pundak Direktorat Jenderal Pajak semata. Akibatnya, tidak ada upaya bersama dari segenap unsur untuk sama- sama merenungi peran krusial Pajak. Upaya menuju bangsa yang sejahtera bagai jauh panggang dari api. Mari kita melihat dengan jujur pencapaian penerimaan negara dari Pajak. Sepanjang 10 tahun terakhir hanya pada 2008 dan 2007 tembus 100% lebih. Selebihnya? Meradang di kisaran 95- 98%. Tahun 2013 ini pun tidak akan optimal, bisa diperkirakan, per 17 Desember ini baru tercapai 86,14%, padahal hari kerja efektif tinggal kurang 20 har