Posts

Showing posts from February, 2014

Setelah Koba Tin Hengkang...

Image
Koba, Ibu Kota Kabupaten Bangka Tengah. Membaca riwayat daerah ini semasa 4 dekade terakhir seperti membentangkan kembali cerita tentang sebuah korporasi besar yang bercokol di tanah ini sejak tahun 1979. Sebuah korporasi yang kuasanya membuat tanah Koba dikeruk demi Timah dan menyisakan banyak lahan bopeng yang tak sedap dipandang. Korporasi itu bernama PT Koba Tin. Dari namanya, siapapun mungkin mengira ia dikelola dari dan untuk masyarakat Koba. Tetapi, secara legal, 75% kepemilikannya justru ada pada negara tetangga, Malaysia. Dibawah bendera Malaysia Smelter Company (MSC) dan 25% sisanya milik PT Timah yang berkantor di Jakarta. Dimana kemudian tempat masyarakat Koba? Mereka, dengan mendirikan badan usaha, mengambil peran sebagai mitra PT Koba Tin untuk urusan apapun, mulai dari menjadi penambang untuk menyediakan pasir timah sampai menjadi penyedia jasa lainnya seperti penyedia tenaga kerja, transportasi, reklamasi lahan, hingga jasa katering. Disinilah keterkaitan yang semula a

Mengendus 5 Modus Penggelapan Pajak

Image
Sulit mencari orang yang ikhlas dan rela bayar pajak. Itu sebab, mengendus modus atau praktik penggelapan pajak justru makin mudah. Setiap modus yang terungkap butuh pembuktian sebelum dianggap sah dan benar- benar telah merugikan potensi penerimaan negara. Modus- modus yang berkembang itu dapat muncul seiring kemajuan jaman yang makin tidak terbatasi batas- batas wilayah. Tetapi, semua itu tidak pernah dapat berjalan sendiri, selalu ada keterkaitan sehingga modus- modus itu bisa berjalan dengan rapi. Baiklah kita sebut mereka yang terlibat itu sebagai oknum. Maka oknum tersebut meliputi oknum pengusaha, oknum konsultan dan oknum aparat. Berikut ini adalah praktik yang paling lazim dilakoni para oknum tersebut demi menggelapkan pajak yang harus mereka bayar. #1 Menggelembungkan biaya. Prinsipnya sederhana, biaya selalu berbanding terbalik dengan laba. Makin besar biaya, makin kecil laba. Lain hal bila untuk kepentingan komersial, maka biaya kerap dibuat seminimal mungkin untuk dijad

Berbenah Demi Berkah Timah

Image
Suatu pagi dibulan Mei tahun lalu. Dalam penerbangan menuju Pangkal Pinang, sesaat sebelum mendarat, dari atas saya melihat sebagian wajah pulau bangka yang bopeng seperti habis digali tanpa direklamasi. Begitu banyaknya sisa galian itu sehingga membuat saya berpikir ada apa dan mengapa dibiarkan saja? Seiring waktu saya mulai paham bahwa sisa galian yang dibiarkan itu adalah sisa penambangan Timah yang kerap dilakukan baik oleh pribadi atau korporat demi uang. Maklum, sejak dulu tanah Bangka Belitung sudah dikenal karena Timahnya, bahkan sejak jaman kolonial Belanda. Ada dua macam praktik penambangan Timah, tambang darat dan tambang laut. Keduanya jelas punya daya tarik tersendiri. Tapi yang banyak tidak kita ketahui adalah kenyataan soal siapa dan bagaimana penambang itu beraksi, mengelola dan mempertanggungjawabkannya. Timah adalah berkah kekayaan tanah Bangka Belitung yang seharusnya membuat rakyatnya hidup layak dan berdikari. Tapi jamak ditemui di sini, praktik penambangan itu b

Memoar 180 Menit

Image
Jika ada masa 180 menit yang paling bisa saya ingat dalam hidup, itu tentulah tentang 180 menit di akhir bulan kemarin. Saat itu saya memberanikan diri mengendarai mobil dinas sendirian dalam perjalanan pulang dari Muntok menuju Pangkal Pinang yang jarak tempuhnya kurang lebih 138 Kilometer. Momennya memang pas betul, berangkat semula berdua, pulang sendirian karena sang teman kebetulan ada urusan. Keadaan itu membuat saya seperti dibentangkan jalan untuk makin memantapkan hasil 'latihan' mengemudi beberapa waktu belakangan. Sepi sekali, cuma ada saya, deru mesin dan hawa dingin kabin mobil saat itu. Perjalanan dengan waktu tempuh 180 menit itu kemudian berubah menjadi perjalanan yang ditiap menitnya berisi dialog doa keselamatan saya kepada yang Maha Pemberi Perlindungan, ALLAH.SWT. Terutama bila ingat bahwa didepan sana, rute jalan sarat kelok dan liku siap menanti. Sebelum berangkat, sang teman sudah mengingatkan untuk berhati- hati kalau mau potong kendaraan lain didepan.

Pintar, Tak Sekadar Gelar.

Image
Orang pintar, untuk membuktikannya tidak cukup dilihat hanya dari sederetan panjang gelar akademik yang disandangnya. Sebab kadang pikirannya tidak lebih panjang dari rangkaian gelar-gelar itu. Kedalaman pemikiran dan buah ucapan orang yang pintar itu seharusnya seperti kebijaksanaan yang mensejahterakan, adil dan tidak memihak. Kepintaran mereka menjadi jalan untuk dapat memberi manfaat bagi orang banyak. Tapi adakalanya yang terjadi justru orang yang dipandang pintar itu tidak sepintar gelarnya pun tidak pula membawa manfaat, selain keberpihakan pada kubu tertentu yang menciderai prinsip keadilan. Situasi yang demikian ini membuka mata kita bahwa gelar akademik itu cuma bentuk lain dari selembar kertas bernama ijazah. Gelar itu luruh dan pupus maknanya seiring dengan kedangkalan nalar dan buah kebijakan mereka yang menyandangnya. Daya pikir mereka kalah melawan emosi yang lepas kendali. Diluar, mereka dapat saja bersalin rupa mengelabui dunia. Tapi mereka lupa, bahwa ALLAH lah seba