Posts

Showing posts from June, 2013

Sekadar Renungan Malam

Image
Bahagia itu mudah, asal tahu apa tujuan hidup. Sebab dengan begitu tidak perlu lagi terusik oleh kiri kanan. Tahu berarti mengerti apa yang dilakukan, bagaimana dan untuk apa. Mengerti artinya paham bahwa bahagia itu ada didalam proses bukan pada hasil. Mustahil hasil didapat kalau tidak tahu bagaimana menjalani. Bahagia itu tiada bentuk, cuma tandanya merasa lapang dan syukur. Keduanya pun tidak kasat mata. Lapang hidup seperti berbaring di lahan hijau terbuka dengan hembusan semilir angin bukit. Syukur itu merasa cukup, meski dimata orang justru masih kurang. Sebab mereka melihat dengan mata, sementara untuk melihat keduanya justru lewat hati. Bahagia itu tidak mahal dan sederhana saja. Belitan nafsu yang membuatnya rumit. Mengingini lebih dari yang dibutuhkan, membandingkan rejeki dengan yang lain dan ingin maju melesat sendirian adalah tiga fenomena yang jadi setitik nila dalam belanga susu kehidupan. Hidup tetap perlu arah dan cita- cita untuk hari depan namun tidak dengan menga

Orang Baik

Image
Pada akhirnya saya memilih untuk mengingat kebaikan mereka, mungkin seumur hidup saya. Dalam hidup, setiap orang tentu berurusan dengan orang lain, entah sedikit atau banyak, entah langsung atau pun tidak dan bisa jadi dari situ ada kesan, cerita atau ingatan yang terbentuk. Kadang ingatan itu tidak mengenakkan, membuat hina atau seperti diremehkan. Sakit? Tentu saja. Bahkan meninggalkan luka batin yang mengendap lama. Namun, ada kalanya juga ingatan itu menyenangkan, haru dan mendalam. Rindu? Pasti! Bukan tak mungkin seperti ingin memutar kembali waktu dan mengulanginya. Tapi hidup tetap terus berjalan. Memori sepanjang hari yang telah lalu masih akan terus terbawa seiring waktu, termasuk memori tentang kesan pada kawan lama yang sempat kita jumpai dulu. Seandainya memilih ingatan semudah memilih makanan diatas meja, atau memilih pakaian didalam lemari, tentu kita akan memilih untuk mengingat semua hal baik dan menyenangkan saja. Sayangnya, ini semua soal sepotong hati masing-

Meluruskan Pameo "Kalau Bisa Cepat, Mengapa Harus Lambat?"

Image
Berurusan dengan birokrasi sejak dulu identik dengan petugas yang lambat, acuh tak acuh dan labirin tahap yang berbelit. Mungkin bagi sebagian masyarakat tentang hal itu serupa dulu serupa pula sekarang, tidak ada perubahan yang kentara meski reformasi sudah berjalan 15 tahun lamanya. Tapi saya kira hal tersebut tidak mutlak berlaku bagi Ditjen Pajak dengan semua jajarannya. Reformasi ditubuh DJP sejak lebih dari 5 tahun silam telah membawa arus deras perubahan cara kerja dan sudut pandang aparatnya. Akan tetapi masyarakat tidak boleh lupa, bahwa seprofesional apapun Ditjen Pajak menjalankan tugas tentu masih tetap berpegang teguh dengan prosedur dan kode etik. Disinilah kita semua harus duduk bersama memahami bahwa proses pelayanan yang profersional bukan berarti melulu harus cepat dengan membabat habis tahapan yang mungkin diperlukan sebagai alat kontrol internal. Saya tergelitik untuk menulis perihal ini dipantik oleh satu peristiwa kecil saat ada seorang wajib pajak dengan

Pajak Dimata Seorang Pendulang Timah

Image
Suatu siang datanglah seorang pria dengan langkah kaku dan tatapan mata yang sayu ke kantor, saya lupa nama lengkapnya, hanya saja saat saya menerimanya terlihat sekali rona kecemasan yang ia bawa sejak seharian tadi mungkin. Ternyata ia datang ke kantor dengan membawa surat himbauan yang saya kirimkan pekan lalu. Himbauan itu berisi pemberitahuan kepadanya agar segera melaporkan SPT Tahunan Orang Pribadi. Sebisanya saya mencairkan suasana dengan menjelaskan kepadanya bahwa surat himbauan itu tidak membawa sanksi apa- apa, sebab saya kira bisa jadi hal itulah yang membuat ia terkesan seperti cemas dan takut. Lalu saya segera memintanya saat itu juga mengisi SPT Tahunan dan melaporkannya ke loket Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di lantai dasar. Sebelum menyelesaikan semua urusan tersebut, saya sempat menanyakan kepadanya muasal penyebab keterlambatan pelaporan itu. Ia kemudian menceritakan secara runut bahkan sejak awal bagaimana ia bisa mendapatkan NPWP. NPWP itu ia dapat setela

Size Does Not Matter. The Effort Does.

Image
Saya hampir genap satu bulan menjadi Account Representative (AR) di Ditjen Pajak. Namun setidaknya saya sudah cukup terbiasa melihat apa dan bagaimana pekerjaan AR itu, salah satunya adalah membuat surat himbauan. Maklum sebelumnya saya bertugas sebagai pelaksana pendukung bagi para AR sehari- hari dikantor. Di minggu pertama bertugas menjadi AR, saya belajar membuat himbauan. Sumber data yang saya gunakan adalah hasil analisa penyandingan omset lewat perhitungan terbalik antara Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Suatu hari sambil menganalisa data saya menemukan data setoran PPN yang tidak sebanding dengan omset Pajak Penghasilan yang dilaporkan di SPT Tahunan wajib pajak yang bersangkutan. Dengan jumlah setoran PPN sebesar Rp. 5.826.000,00 itu artinya omset yang telah dipungut PPN sebesar 10X PPN sebanding dengan Rp. 58.260.000,00 Sementara pelaporan di SPT Tahunan menyebutkan bahwa omsetnya mencapai Rp. 100.765.000,00 sehingga memunculkan selisih yang patut dipertan