UMR: Buah si Malakama


UMR, Upah Minimum Regional di negara kita Indonesia konon kabarnya adalah termasuk yang terendah, itu mengapa banyak perusahaan luar negeri yang mendirikan pabriknya disini karena tersedia tenaga kerja yang banyak dengan biaya murah, terlepas apapun niatnya. Namun setidaknya ini telah membantu negeri ini memberikan lapangan pekerjaan, investasi dan pembelajaran ihwal teknologi dari negara maju. Mengenai UMR, menjadi negara dengan UMR yang rendah telah mendatangkan konsekuensi sebagaimana sudah disebutkan diatas, tetapi yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, seberapa besar dampak positif itu dapat kita nikmati kebermanfaatannya? Bagaimana dengan trade-off yang bisa jadi muncul sebagai dampak jangka panjang penerapan UMR rendah itu.

Lapangan pekerjaan dan tenaga kerja ibarat dua hal dalam mekanisme pasar membentuk kedudukan masing-masing sebagai penawaran dan permintaan, lebih detilnya: Lapangan pekerjaan menawarkan pekerjaan dan tenaga kerja melakukan permintaan lapangan pekerjaan tersebut. Bayangkan, sebuah keadaan ini tanpa adanya UMR, maka kedua unsur ini akan dengan sendirinya menemukan harga yang tepat untuk harga upah dan jumlah tenaga kerja. Namun demikian hal ini dinilai tidak dapat mengangkat derajat hidup jumlah penduduk miskin lebih banyak, sebabnya adalah karena pasar dengan sendirinya menentukan harga dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kemudian muncul pertanyaan, apa dengan penetapan UMR justru betul betul akan membantu penduduk miskin?

Pemerintah menetapkan UMR dengan harapan mengangkat derajat tenaga kerja yang tergolong miskin dan menyediakan lapangan kerja lebih luas bagi pengangguran. Itu cita-cita yang diinginkan. Sehingga UMR harus sedemikian rupa ditentukan agar tidak terlalu rendah sehingga tidak berdampak, namun jangan terlalu tinggi sehingga merugikan, bagaimana kedua hal itu dapat terjadi? Sebuah ilustrasi sederhana adalah sebagai berikut: Ketika UMR ditetapkan dibawah harga upah pasar maka UMR itu tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk menentukan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap, dan jika pasar terus menggerakkan harganya makin tinggi maka ini membuat peran UMR menjadi tambah tidak berguna.

Ilustrasi berikutnya ketika UMR lebih tinggi dari harga upah pasar, maka akan menimbulkan situasi jumlah lahan pekerjaan lebih banyak daripada jumlah tenaga kerja yang dapat diserap akibatnya akan terjadi penggangguran yang tidak seharusnya, sebuah ironi karena masih ada lapangan pekerjaan. UMR yang meningkat akan menarik jumlah pendatang yang berharap pada lapangan pekerjaan atau menggugah hati pelajar nekad untuk berhenti sekolah dan memilih bekerja. Semua tenaga kerja yang tidak terserap ini akan menjadi masalah sosial kesejahteraan baru yang harus ditangani sebelum menjadi masalah kriminalitas dan kepadatan penduduk yang tidak diinginkan.

Bagi sebagian orang, khususnya tenaga kerja yang terampil dan pengalaman maka makin tinggi UMR adalah anugerah, sebab meningkatnya UMR akan membuat penyerapan tenaga kerja menjadi lebih sedikit dan selektif kemudian menjadikan tingkat pengangguran makin membesar karena jarak antara jumlah tenaga kerja yang tersedia dengan jumlah lahan pekerjaan yang ada makin besar. Akibatnya tujuan dan niat baik dari UMR itu sendiri tidak tercapai. Dari sini terlihat bahwa masalah penetapan UMR bukan hal mudah.

Bagi mereka yang tidak setuju mengenai UMR, benar ketika mereka mengatakan bahwa UMR tidak selalu dapat membantu kaum miskin karena kadang mereka yang menikmati penghasilan diatas UMR adalah tenaga kerja pengalaman dan terampil yang sudah mapan didunia kerja mereka. Sementara bagi para pendukung UMR, juga benar saat dinyatakan bahwa tanpa UMR bukan tidak mungkin akan menciptakan perbudakan oleh perusahaan asing di Indonesia yang membutuhkan tenaga kerja banyak. Aku berpendapat lain perihal UMR, ada cara lain yang bisa dijadikan alternatif dalam membantu mengangkat kesejahteraan hidup penduduk, tidak selalu dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang memiliki standar UMR, tapi memberi modal kepada mereka untuk menciptakan lapangan pekerjaan berupa unit usaha mandiri kreatif yang bergerak disektor riil.

UMR dibutuhkan ketika berkaitan dengan upaya menjagakan harkat para tenaga kerja yang merupakan manusia bermartabat, bukan budak yang dimanfaatkan negara asing. Tapi UMR bukan satu satunya jalan yang dapat diambil untuk mengangkat derajat hidup mereka yang perlu dibantu, mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan. Melalui kerja sama yang baik antara Unit pemerintah untuk memberdayakan para penduduk maka tidak perlu lagi ada kekhawatiran akan pengangguran dan kriminalitas.

P.S:
----
Gambar diambil dari sini, melalui google.

Comments

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja