Touring ke Puncak.


Bulan lalu aku touring ke Puncak, 17 September tepatnya. Tidak ada alasan yang pasti, hanya sekedar dorongan saja, rasa ingin semata. Tujuannya sederhana, menggunakan waktu yang ada sebelum nanti menjadi keinginan yang tertunda, apa lagi dendam tak sudah, jangan sampai. Bahaya, karena katanya terus menerus menyimpan dendam itu tidak baik. Aku dan tiga kawanku: Yoga, Arif NR, dan Furqan menyusuri jalur Ciputat- Bogor- Ciawi- Tajur- Puncak, meninggalkan Bintaro sejak pagi pukul 09.00 WIB.

Sejak pagi aku sudah bersiap dengan jaket kulit hitam (pemberian Bapak waktu mudik kemarin), sepatu, sarung tangan, kaca mata hitam dan memanaskan Kalajengking Kesayangan Kita untuk dibawa melaju jauh. Setelah saling menunggu, kami berangkat dan kawasan Bintaro seperti sudah sibuk dengan aktivitasnya, namun belum ramai. Berbelok menuju arah Ciputat, perjalanan lancar melewati kampus UIN, fly over terus hingga sampai kedaerah Pondok Cabe lalu tiba diujung perbatasan Kabupaten Bogor- Ciputat. Disini mulai ramai karena ada terminal angkot, bahkan sesaat terjebak macet.

Jalur ini merupakan jalur yang lebih pendek daripada jalur yang aku tempuh 2 tahun lalu dari Kampung Melayu- Keramat Jati- Jalan Raya Bogor. Dari gerbang kawasan Kab Bogor masih lumayan jauh untuk sampai ke Bogor Kota, sekitar 1 jam. Melewati under pass dan tiba di ujung perempatan lampu merah melewati Univ Ibnu Khaldun aku langsung mengambil jalur kanan ke arah Bogor Kota, sementara Furqan dan Arif dibelakang menyusul. Bisa dibilang jalur dari Ciputat menuju Puncak ini sederhana hanya lurus saja terus dan baru berbelok sesuai arah penunjuk jalan menuju Bogor atau Puncak. Memasuki kawasan Bogor Kota melewati Terminal Baranangsiang, ciri khas rimbun Kota Bogor mulai terlihat, dengan keramaian disana sini, terutama di seputaran Kampus Univ Pakuan Bogor, yang tepat ditengah Kota.

Terus meninggalkan kawasan Bogor Kota, kami mengambil jalur belok berputar melipir tepi jalur tol menuju Ciawi terus saja lurus dan hari belum terlalu panas, bahkan ketika memasuki kawasan Tajur yang ramai, namun untungnya jalurnya tidak terlalu macet, meninggalkan kawasan Tajur, rute yang kami lewati mulai variatif, naik turun namun cukup landai. Tak lama kemudian udara dingin khas kawasan Puncak mulai terasa.

Taman Safari, Perkebunan Teh kami lewati dan kemudian kami memasuki kawasan padat lalu lintas dengan bis besar tujuan Bandung via Puncak mulai merayap pelan melintas, tidak terasa kemudian sekitar 2,5 jam menempuh perjalanan kami sampai di tepi area puncak, dengan kedai khas menghadap pemandangan hijau mulai terlihat sepanjang jalan.

Kami beristirahat disalah satu warung, menikmati kopi susu dan Ubi Cilembu manis yang masih hangat. Begitu nikmat, sambil melempar pandangan ke area kebun teh ada sekelompok orang bermain terjun payung diatasnya. Hendak mencoba, namun tidak jadi karena pasti tidak puas jika bermain tanpa persiapan matang, selain pemborosan saja.

Perjalanan kami teruskan untuk sholat Zuhur di Masjid At-Tawun di Puncak, dilanjut makan siang dan santai sejenak. Masjid At-Tawun, ada ramai orang disana, masjid khas kawasan Puncak ini memang terkenal dan beruntung aku bisa juga sampai disini. Disini banyak orang timur tengah juga yang aku lihat sejak memasuki kawasan puncak. Makan siang dengan Indomie rebus pakai nasi cukuplah lalu kembali meneruskan perjalanan ke puncak yang lebih puncak, yaitu rest area restoran Rindu Alam yang berada tak jauh dari kawasan Telaga Warna, sekitar 1 jam waktu kami habiskan disana menatap pemandangan puncak dengan bis besar yang nampak kecil dari atas diantara pelukan kebuh teh yang hijau berkabut tipis, dingin.


Kami menyempatkan berkunjung ke kawasan Agrowisata Gunung Mas untuk sejenak beristirahat dan sekedar berkeliling kebun teh lebih dekat, sesuai rekomendasi seorang kawan, namun sialnya pabrik Teh yang biasa dibuka, saat itu sedang tutup dan baru buka pada malam hari,padahal ingin melihat bagaimana proses pembuatan teh, jadinya percuma bayar dan tidak dapat apa-apa.


Tidak terasa hari sudah mulai petang, setelah itu kami meneruskan perjalanan pulang, dan dari situ aku baru ingat bahwa si Kalajengking Kesayangan Kita ini sudah lama tidak diservis, sempat ada aksi mogok ketika beristirahat di Masjid Agung Bogor dan Parung. Untunglah masih sempat juga sampai ke Bintaro pada malam hari pukul 19.00 WIB. Dan aku kira sudah waktunya untuk diservis dan mengganti spare part yang sudah habis masa pakainya. Harusnya ini jadi persiapan sebelum memulai perjalanan panjang. Penyesalan selalu datang terlambat tapi ketidak beranian mengambil resiko bisa membuat penyesalan makin dalam, terdengar seperti pembelaan diri :)

Comments

  1. Jalan-jalan terus nih, mbok ya aku diajak juga son hehe

    ReplyDelete
  2. @Sigit: wah kalo jalan2 ma yang udah berkeluarga susah mas, g bisa jalan ala bujangan hahahaha...

    ReplyDelete
  3. wah laik lah disebut bikers rik kaw, tp kulihat kawan itu ada yg pake sendal, safety riding brooo. hohoho blm pernah ak lewat rute itu, lain kli deh nyobain, tp dah pernah smangat turing lg hahah

    ReplyDelete
  4. @berkejaran: iseng aja Gal, tiba2 pengen dan waktunya ada ya berangkat aja.. biker santai aku ni Gal, jadinya slow pas mbawa motor, kalo orang2 banyakan ngebut wusss wusss wusss.. aku belum berani hahahahaa...thanks Gal da mampir!

    ReplyDelete

Post a Comment

Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja