Merbabu: Bukan Sekedar Saja (END)


Hari masih gelap, deru angin masih kencang, keluar tenda pun jadi enggan, padahal niat yang disepakati kami akan bangun pukul 04.30 untuk ke Puncak Merbabu. Oblok yang kali pertama keluar mendapati indahnya citylight Desa Kopeng dan Salatiga di bawah sana, namun kami bangun justru untuk menyeduh air hangat dan menyepakati untuk paling lambat pukul 05.30 saja keluar dari tenda nyaman ini. Voilla.. setelah semua siap, kami pun meninggalkan tenda dengan membawa bekal perjalanan 2 jam ke Puncak sana.


Setelah doa bersama, kami mulai jalan menuju Pos berikutnya yaitu Pos Batas Kabupaten, bukannya Pos Helipad (sepertinya ada pemetaan terbaru, terlihat dari plang pos yang masih baru), untuk menuju pos ini hanya 15 menit saja menuruni medan bebatuan, dan kembali menanjak dengan cukup curam sampai tiba di Pos Helipad, diantara kedua nya ada satu jalur sempit diantara dua jurang kawah yang dinamakan jembatan setan.

Hampir satu jam pertama, cuaca cerah mendukung, pemandangan hijau perbukitan dapat terlihat dengan jelas dengan perkotaan jauh di ujung sana, bahkan Gunung Sindoro, Gunung Sumbing berdiri begitu gagah di sebelah timur nya, Gunung Lawu pun dapat dilihat dari sini berdiri dengan puncaknya hilang ditelan awan. Atau Gunung Selamet yang tampak begitu kecil diujung sana serta Gunung Merapi yang berdiri berdampingan disisi Barat Merbabu ini. Ketika tiba di pertigaan antara Puncak Syarif dan Puncak Kenteng Songo, kami mencoba untuk menyambangi Puncak Syarif. Hanya 5 menit saja kami sudah ada dipuncaknya. Momen yang kami abadikan dalam poto.

Angin kencang kembali datang, kabut tipis yang pelan- pelan menjadi pekat pun turun, kami segera turun kembali meneruskan perjalanan ke Puncak Kenteng Songo, sekitar 15 menit jalan kami tiba disana, sebuah puncak yang berupa lahan cukup luas dan disana ada beberapa batu lesung/cobek yang konon katanya berjumlah 9 namun tim kami hanya melihat 5 saja. Batu lesung yang melegenda itu masih menjadi pertanyaan buatku tentang bagaimana bisa ada disitu, sudah berapa lama, dan apa maksudnya. Dari Puncak Kenteng Songo inilah Gunung Merapi dengan cekungan Pasar Bubrahnya terlihat jelas, pekat asap belerang dari kawahnya mengepul hebat.

Saat itu masih sekitar pukul 08.00 pagi dan kami masih ada satu tujuan lagi yaitu Puncak Trianggulasi, aku baru tahu kalau ini puncak nya yang tertinggi. Perjalanan ke Puncak ini cukup berat karena suhu dingin dan angin makin kencang menerpa dari sisi yang berlawanan bisa membuat doyong pendaki, untunglah jalur yang ada cukup landai. Kami tiba di Puncak Trianggulasi dalam kondisi angin kencang namun sesekali cukup cerah menyibakkan pemandangan Merapi persis didepan kami dan perbukitan hijau jalur Selo yang menawan. Subhanallah. Khawatir turun hujan dan karena dikejar waktu juga akhirnya kami segera turun ke Pemancar untuk berkemas kembali ke peradaban.

Saat menapaki jalur turun ini, terlihat banyak tugu memorial pendaki yang meninggal di Merbabu ini. Kuduga karena serangan cuaca yang sangat dingin dan angin kencang dan menurut Pak Tono, Gunung Merbabu terkenal dengan angin kencangnya, ditambah pula medannya yang sebagian besar terbuka sehingga mudah menerpa pendaki. Namun bila pas tidak ada kabut dan cuaca normal, maka angin ini akan membuat pemandangan padang bukit ilalang menjadi menarik. Suatu kondisi yang akan sangat aku rindukan. Ilalang yang bergoyang langsung menghadap perbukitan hijau didepannya. Objek yang menarik bagi mereka pecinta fotografi, atau suasana yang pas bagi mereka pencari inspirasi.

Sekitar pukul 13.30 WIB akhinya kami tiba kembali di kediaman Pak Tono, beliau menyambut kami dengan hangat dan sudah menyiapkan makan siang dan teh manis hangat. Kami beristirahat sejenak dan makan siang sambil berbincang seputar pendakian. Menjelang pukul 15.00 WIB kami bersiap pulang menuju Salatiga dengan menumpang mobil kap yang dipesankan Pak Tono untuk mengantar kami hingga pertigaan Pasar Sapi Salatiga, dari sana kami menumpang bis 3/4 tujuan Stasiun Semarang Poncol. Dan menjelang pukul 18.00 kami tiba di Stasiun, Adit meneruskan perjalanan ke Demak dan kami bertiga masuk ke dalam untuk bersiap karena ular besi ini kembali merapat ke Ibu kota satu jam kemudian.


Terima kasih banyak aku ucapkan kepada:
1. Allah. SWT atas ijin sehingga kami bisa naik turun dengan selamat
2. Tim Pendakian Merbabu (Adit, Bange, Oblok dan Bang Jainer)
3. Keluarga Pak Tono yang sudah banyak membantu
4. Bro Ronald yang memesankan tiket pulang ke Jakarta
5. Semua yang sudah membantu lancarnya pendakian ini

Comments

  1. asli keren, jadi tukang daki beneran kw rik heheheh
    salut :P

    berkejaran g ol

    ReplyDelete
  2. @GWN: haha makasih Gal, kayak apa aja ada tukangnya segala, btw kl SK penempatan ku keluar di situs kepegawaian tolong kabari ya.. Trims :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja