Merbabu: Bukan Sekedar Saja (I)


Gunung Merbabu berada diketinggian 3150mdpl dan secara administratif masuk wilayah Kecamatan Getasan, Semarang, Jawa Tengah. Gunung yang berdiri memaku tengah pulau Jawa ini berdampingan dengan Gunung Merapi disebelah utara nya. Aku sudah sekitar 3 minggu yang lalu merencanakan pendakian ke Gunung Merbabu, dan akhirnya alhamdulillah terlaksana juga bersama empat orang tim yaitu: Bange (Cikarang), Bang Jainer (Indramayu), Adit (Demak) dan Oblok (Jakarta). Jalur yang kami pilih adalah Jalur Kopeng Cuntel.

Kami berangkat dari Pool Bis Sinar Jaya daerah Cibitung, agak beda kali ini, karena menumpang Bis Eksekutif, bukan karena mau membeli kenyamanan, namun karena sudah kehabisan tiket KA Ekonomi tujuan Semarang. Sebuah pilihan yang membuat biaya membengkak sampai 50%. Itupun dengan bis ini kami berangkat justru menuju terminal Giwangan, Yogyakarta untuk menjemput Bang Jainer dan meneruskan perjalanan ke Terminal Magelang. Perjalanan yang panjang sekitar hampir 12 jam dengan dua kali istirahat di Indramayu dan Cirebon.

Di bis ini, aku duduk di bangku paling belakang berjendela kaca luas. Pandanganku kubebaskan lepas menerawang langit jalur pantura yang kelam sedikit berbintang. Laju bis membuat semua pemandangan itu tertinggal dibelakang menyisakan semburat remang pertanda kehidupan dijalur ini masih berdenyut walau pelan. Lalu semuanya menjadi sepi, hanya ada bunyi deru mesin bis, dengkur tidur para penumpang dan aku tetap menikmati diorama dunia malam diluar jendela kaca. Gelap namun tidak pekat.

Pukul 06.00 pagi, Bis Sinar Jaya ini tiba namun bukan di Terminal Giwangan, Sopir dan kondektur merekomendasikan untuk turun di Terminal Purworejo saja. Alasan mereka karena lebih dekat untuk ke Magelang daripada harus ke Yogya dulu. Mungkin bis ini yang terlambat aku kira. Namun karena malas mendebat aku segera memberi kabar ke Bang Jainer untuk langsung bertemu saja di Terminal Magelang padahal saat itu ia baru saja akan tiba di Terminal Giwangan. Lalu aku, Bange dan Oblok meneruskan jalan ke Term. Magelang dengan mobil metromini 3/4 elf, sekitar 90 menit akhirnya tiba.

Di Terminal Magelang, kami istirahat sebentar, sambil sarapan lalu mandi dan disini Bang Jainer segera bergabung dengan kami untuk meneruskan perjalanan ke Desa Kopeng di Salatiga. Dari sini, sudah ada metromini 3/4 elf yang langsung ke Kopeng dengan lama perjalanan sekitar 60 menit melewati jalanan berbukit, pasar tradisional dan pemandangan khas desa di kawasan pegunungan, tampak dari jalur ini adalah Bukit Telomoyo, dan Gunung Merbabu pun terlihat, berdiri mengangkangi Semarang dengan puncak nya berupa bukit yang berundak- undak secara hierarkis.

Sepertinya disini, ritme kehidupan berjalan lambat, penduduknya bergerak mencari nafkah tanpa ada ketakutan akan ditelikung masa atau tergilas roda zaman. Keakraban satu sama lain begitu terasa, bahkan antara kondektur angkot dengan para penumpangnya, para ibu mengangkut barang dagangannya dibantu sang kondektur adalah hal biasa, percakapan akrab khas dalam bahasa jawa menjadi simponi alam yang begitu lepas dari beban kehidupan metropolitan sana.

Tidak lama kemudian kami turun di pertigaan Umbulsongo, melengkapi logistik dan belanja keperluan lainnya, untungnya disini ada toko waralaba yang sudah terkenal. Sehingga tidak perlu repot lagi mencari logistik untuk konsumsi. Dari situ kami berjalan memasuki jalan menuju Desa Cuntel yang berjarak 2,5km dari pertigaan Umbulsongo tadi, kami berjala sekitar 90 menit, dan aku sudah sms Pak Tono, seorang pria paru baya asli desa Cuntel yang sejak awal sering memberi informasi perihal rute atau kondisi pendakian. 30 menit pertama rute masih begitu lazim, perumahan penduduk dengan beberapa villa sederhana yang menawarkan penginapan murah. Lalu kami memasuki gerbang pendakian Cuntel, dan mulai dari sini rutenya makin menanjak dengan dikelilingi pohon pinus dikiri kana jalan.

Sekitar pukul 11.30 kami tiba di Basecamp registrasi pendakian, kami langsung disapa ramah oleh Pak Tono dan membantu kami untuk proses registrasi. Lalu kami diajak kerumah beliau untuk beristirahat sembari menunggu 1 orang lagi yaitu Adit. Pak Tono sudah menyiapkan makan siang untuk kami dan dua tabung gas yang kami minta kami kebetulan belum sempat cari waktu di bawah tadi. Pak Tono bercerita bahwa beliau sudah akrab dengan kalangan pendaki dan sudah biasa bila ada pendaki yang hendak beristirahat atau sekedar untuk numpang menginap. Di rumah beliau, kami makan siang untuk mengisi energi perjalanan nanti. Dan tak lama kemudian Adit tiba. Lalu tepat pukul 13.30 kami mulai berjalan menuju medan Merbabu dengan target hingga di pos pemancar.

Bersambung...

Comments

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja