Soal BBM: Akibat Tak Tegas Anggaran Dipangkas
Ada- ada saja lakon para pembesar negeri ini. Akibat tak berani tarik subsidi BBM yang salah sasaran itu. Kini ragam prediksi yang sudah sejak lama ditakuti hampir menjadi kenyataan. APBN terancam defisit sekitar 3%. Porsi anggaran subsidi makin membuat APBN limbung dan tidak seimbang. Wacana pengetatan subsidi yang menggelinding sejak setahun lalu berakhir tanpa hasil karena nyatanya realisasi subsidi jauh diatas target. Akibatnya pejabat negeri ini mengutak atik anggaran dengan alasan efisiensi. Bahasa sederhananya: Pemangkasan!
Pemangkasan itu sendiri adalah hal yang baik. Tetapi jadi masalah kalau sasaran pemangkasan itu justru menyasar pos- pos yang menjadi instrumen pembangunan. Dan itulah yang terjadi kini, Pemerintah melakukan pemangkasan untuk anggaran di Kementerian/ Lembaga. Ambil contoh di Kementerian Keuangan, sebesar Rp300 Miliar dipangkas. Semua satuan kerja dibawah Kemenkeu kini harus melakukan perencanaan ulang rencana aksi yang sudah disusun sejak lama. Dampaknya banyak program pengembangan kompetensi aparat yang terpaksa ditunda atau malah dibatalkan.
Tak sepatutnya pemangkasan dilakukan, di pos manapun. Sebab evaluasi pra penyusunan APBN sudah menjadi entry point kelayakan usulan program yang diajukan K/L. Begitu seharusnya. Aksi main pangkas ditengah jalan terlihat lebih sebagai upaya cuci tangan atas kegagalan mengelola kebijakan dan keengganan menyentuh masalah yang memang sangat tidak populer. Bila saja sejak dulu pemerintah berani tegas bersikap terkait subsidi BBM. Mungkin tak banyak biaya sosial dan ekologis yang harus ditanggung bangsa ini.
Sulit berharap pada rezim SBY yang akan turun panggung lima bulan lagi ini. Juga nyaris tak ada capres yang berani menjual program cerdas tentang BBM ini. Subsidi BBM memang polemik yang berpotensi besar menimbulkan rusuh massal dan sangat mudah dipolitisir para lawan politik. Tetapi bila tiba masa diamanahi kuasa, seharusnya seorang politisi melepas baju politik dan pakailah jubah besar seorang negarawan. Cabut saja subsidi BBM yang nyatanya lebih banyak dinikmati oleh kaum menengah ke atas, industrialis dan penimbun musiman yang memburu rente.
Kalau ada capres yang berani tegas kemana arah program pengelolaan subsidi BBM ini, maka bisa diyakini ia punya visi dan memguasai masalah yang akut ini. Tentunya penting untuk sadar bahwa BBM bersubsidi sudah patut dicabut, digantikan program subsidi bentuk lain yang lebih membuat mandiri dan menyentuh langsung keselamatan masyarakat. APBN tidak bisa terus- terusan digantungi biaya tak produktif yang justru membatasi gerak tujuan pembangunan jangka panjang bangsa ini.
Saya sangat berharap capres terpilih kelak berani ambil resiko meski harus membidani kebijakan yang tidak populer terkait BBM sebab saya yakin sikap kenegarawanan seorang pemimpin akan membuatnya mensejahterakan rakyatnya untuk jangka panjang, bukan sekadar meninabobokan dan kemudian meninggalkan petaka ketergantungan saat rakyat tersadar. Bukan pula presiden yang melulu kebingungan dan mengundang banyak wacana tapi minim pengawasan yang dapat memberi solusi masalah ini. Sebab bisa kita renungkan seperti kebijakan pemangkasan anggaran ini, jelas tidak selaras dengan tujuan pembangunan.
Erikson Wijaya
30 Mei 2014. Jumat. 20: 46
Di Sudut Kamar
seharusnya harga BBM itu dijelaskan dengan transparan mengapa harus naik, berapa biaya yang timbul untuk mengelola minyak menjadi BBM, bgm pengelolaan minyak di indonesia, semuanya harus transparan, andaikan ini diempuh, saya yakin rakyat maklum dan siap menderita, tapi jika pengelolaan tdk jelas dan cenderung dikuasai asing, itu sumber permsalahan sesungguhnya.
ReplyDeletePenjelasan yg beredar selama ini melebar dan rawan fitnah atau dipolitisir. Saya sependapat soal minimnya pnjelasan sah soal itu. Rakyat jadinya menerka2 dan dikompor2i. Tapi kita perlu kritis juga mengapa pemerintah tak pernsh rilis data resmi soal keadaan itu y?
ReplyDelete