Refleksi 1 Dekade

Hidup yang hidup adalah hidup yang punya tujuan/ cita- cita. Saya dan begitu juga mereka, tentu punya itu. Saya berharap bagi orang- orang yang belum tahu tujuannya untuk segera menemukannya. Karena sekali tujuan itu ditetapkan, maka petualangan hidup baru dapat dimulai.

Tujuan saya sederhana. Saya ingin sekolah setinggi- tingginya. Saya senang bisa tenggelam bersama tumpukan buku bacaan yang membuka pikiran. Saya juga suka dibuat penasaran oleh soal Matematika atau Psikotes yang menarik dan mengkontraksikan antar neuron otak saya. Saya juga gemar menulis dan mengolah kata menjadi menarik. Tetapi saya sadar bahwa saya belum menghasilkan apa- apa. Tak ada karya nyata yang bisa saya pajang menjadi kebanggaan, selain tulisan/opini lepas di internet dan blog pribadi ini. Pendidikan saya pun masih rendah, masih D-III. Kadang malu, tapi memang itu fakta.

Sesekali saya berpikir ulang jalan hidup saya. Selepas SMA tepat 10 tahun lalu saya berpeluang besar menjadi seorang Dokter lewat surat keterangan lulus PMDK dari Universitas Sriwijaya, tetapi saya takut keuangan keluarga tidak mampu menyokong hingga tuntas, saya kala itu tidak berani berpikir ambil resiko, padahal itulah minat sebenarnya yang saya bidik sejak kelas 3 SMA. Kondisi ini akhirnya membuat saya memilih kuliah D-I saja di STAN. Pilihan yang sangat ekstrim. Menjalani pilihan itu sebetulnya tidaklah terlalu buruk, selulusnya dari situ saya bisa langsung bekerja sebagai PNS dan telah dapat membantu keluarga. Tetapi saya tetaplah saya, mimpi untuk bersekolah lebih tinggi itu terlanjur terpatri.

Tahun demi tahun berlalu, saya tetap menapaki jalur yang sudah saya pilih satu dekade yang lalu. Ada sedikit perasaan yang tidak nyaman sebetulnya, saya melihat di usia saya yang 3 tahun lagi masuk 30, Saya bahkan belum menjadi Sarjana. Maklum, iklim birokrasi kerap menghadang semangat saya untuk secepatnya bersekolah. Harus tunggu 2 tahun sejak masa sekolah kedinasan terakhir baru boleh ikut tes sekolah lagi. April 2014 kemarin, sebetulnya saya ikut tes melanjutkan sekolah ke D-IV STAN, tapi saya gagal. Saya kecewa dan tidak bisa berbuat banyak selain menerima kenyataan. Mungkin nilai saya memang kurang, mungkin juga kuotanya di pangkas atau mungkin saya gugur di administrasi sebab tanggal penawaran pas tanggal itu pula saya memenuhi syarat, sehingga ada daerah abu- abu yang meragukan.

Di instansi tempat saya bekerja, hanya dengan sekolah kedinasan maka golongan 2 bisa lebih cepat naik ke golongan 3. Sementara kalau sekolah mandiri, memang bisa, namun harus menunggu kurang lebih 8-10 tahun agar bisa naik ke golongan 3 yang bisa ikut lanjut ke S2. Sebetulnya saya mulai takut. Saya melihat jalan yang begitu panjang dan saya ditinggalkan. Tetapi untuk mundur dan banting stir, saya belum punya pegangan. Disaat yang sama, tidak banyak yang berubah dari cita- cita/ tujuan saya, yaitu sekolah setinggi- tingginya. Saya masih menggilai setumpuk soal Matematika dan Psikotes sampai kadang saya merasa tidak enak hati pada istri saya.

Saya masih menyimpan tujuan itu, saya masih mampu menghidupkan bayangan nikmatnya berstatus mahasiswa, belajar 2 tahun dan kembali bekerja sembari mempersiapkan diri ikut seleksi beasiswa S2. Tetapi untuk kesana, saya harus menjadi Sarjana secepatnya. Kesedihan saya atas kegagalan tes kemarin sudah lama lewat, saya tidak mungkin hancur disitu. Doa saya masih sama. Saya selalu minta pada ALLAH.SWT supaya diberi pertolongan untuk lulus D-IV STAN. Ini Ramadhan, dan saya tidak mau kehilangan momen. Doa itu makin kerap saya panjatkan. Sebab saya melihat lewat doa itu pasti akan ada jalan. Meski dimata sebagian orang saya sudah tak lagi semuda mereka, tetapi setidaknya saya jalani hidup saya dengan tujuan/ cita- cita. Saya 'hidup' sebelum mati.

Wahai Engkau sebaik- baik pemberi pertolongan, berilah hambaMu ini pertolonganMu ya ALLAH. Aamiin

Comments

  1. Hi Erik, it's been a while I didn't walk through your blogs. I see you've made so many advancements, congratulations!
    Keep up all your wishes as a way to stay motivated. I know your qualities, you just need the right time and the chance, that's all.
    May Allah be with you.

    ReplyDelete
  2. @Anonim: aamiin.. thanks a lot for the support. Vice versa.

    ReplyDelete

Post a Comment

Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja