The Shifted of Apology
Tampaknya kata maaf kini sudah bergeser maknanya dari soal kelapangan hati menjadi sebuah basa basi diksi. Sudah saatnya Maaf ditempatkan kembali di derajatnya yang tinggi sejajar dengan ketulusan dan keikhlasan.
Ketika dua politisi berdebat sengit saling nyinyir memojokkan sampai mengangkat isu panas yang menohok nurani, pada akhirnya selesai dengan kata maaf.
Ketika seorang anggota forum online dengan gencar memfitnah atau menggiring opini tanpa dasar dan kemudian terbukti salah, pada akhirnya selesai dengan kata maaf.
Ketika seorang pejabat negara melakukan korupsi yang menciderai amanah dari rakyat, ia ditangkap dan dimuka pengadilan ia selesaikan dengan kata maaf.
Ketika seorang atasan menggebrak meja didalam rapat. Braaakk!!! Suasana hening seketika dan berlanjut dengan ucapan maaf sang atasan karena kelepasan.
Ketika dua bocah kecil bertengkar hebat hingga adu jotos, tak lama kemudian mereka sudah saling bermain kembali seperti tidak terjadi apa- apa. Polos!
Maaf. Kata ini begitu mulia dan tidak semua orang dapat mengucapkannya dengan tulus. Tapi kini semua bisa dengan mudah melafalkannya sebagai penutup masalah, cuma sebatas melafalkan tanpa isi saja tanpa meresapi bahwa tindakan dan atau lisan telah mungkin begitu dalam menyakiti orang lain. Sementara orang tersebut mungkin tetap akan memaafkan, namun siapa yang jamin ia akan melupakan? Karena kita bukan seperti dua bocah yang sedang berebut mainan.
Comments
Post a Comment
Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.