Insensitif

Makin kesini, otak ku makin selektif memilah kejadian, suara, omongan atau isu mana yang baik untuk dicerna. Bila dulu hasil ujian untuk mata kuliah Pajak Pertambahan Nilai pernah hanya 56 sudah membuat uring- uringan, insecure dan cemas. Kini, hasil pekerjaan di kantor yang tidak seberapa sempurna pun masih bisa kubawa dengan santai.

Mungkin karena sudah menjelang seperempat abad ini. Kalau menoleh ke belakang sejenak sudah cukup panjang jalan yg sudah terlewati. Tapi, jalan didepan juga terlihat masih panjang mungkin seperti tidak berujung. Kemarin adalah pelajaran, dan hari depan masih misteri. Bagus lah ini ku kira, karena enteng rasanya bisa terbebas dari beban pikiran yang tidak seharusnya jadi beban.

Atau mungkin karena ini terarah dengan sendirinya karena dorongan doa juga logika yang melihat apa apa yang lebih penting, serta patut diupayakan dengan berpijak pada pengalaman serta pelajaran hari kemarin. We are not who we are now without the past we experienced. Atau bisa jadi dengan ini semua, aku menunjukkan kepedulian ku dengan cara yang lain
sebagaimana hidup telah mengajariku.

Comments

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja