Pondasi Maksimalisasi Modernisasi DJP

Gempuran demi gempuran terus berlanjut dalam perjalanan modernisasi DJP, bagai tamparan keras dari arah- arah yang tidak terduga, bahkan belakangan mencuat dari dalam tubuh DJP sendiri yang dilakukan oleh mereka yang menikmati status quo atau sebut saja kaum mapan anti perubahan, yang diistilahkan oleh Renald Kasali, Ph. D, dalam karyanya berjudul Change, sebagai the establishment. Kaum ini secara diam- diam menjadi musuh dalam selimut. Mereka belum mampu melihat visi yang diusung perubahan dalam kerangka modernisasi, keberadaan mereka menjadi tantangan besar yang harus diselesaikan untuk dapat memuluskan tahap demi tahap perjalanan mulia ditubuh instansi pencari uang bagi kedaulatan republik ini. Andaikan DJP, dari Merauke sampai Sabang adalah satu kesatuan tubuh, maka mereka, the establishment, adalah bagian tubuh yang pincang yang harus segera diambil tindakan.

Sejumlah besar agenda perubahan dalam milestone jangka panjang Ditjen Pajak sudah digulirkan sejak 2002 silam dan ini menandakan bahwa reformasi perpajakan tidak lagi sekedar wacana dalam tataran diskusi atau sekedar citra diri institusi, melainkan akan terus dijalankan demi menyangga kemandirian bangsa hingga di waktu mendatang secara berkesinambungan. Poin kritis dari agenda ini begitu jelas, yaitu Perubahan (change) dan sejumlah 30.000 lebih pegawai Ditjen Pajak adalah pelaku utama disitu. Sehingga korelasi yang saling berbanding lurus sangat jelas terlihat, bahwa pencapaian atas change atau perubahan dalam kerangka modernisasi yang diinginkan DJP akan sangat dipengaruhi oleh komitmen atau jiwa korps dari pelaku perubahan di lingkungan internal dalam mengawal perubahan tersebut.

Menariknya, tidak semua pegawai Ditjen Pajak suci bagai Nabi, khususnya mereka (generasi lama yang tidak mampu mengikuti perubahan) yang sudah terbiasa berada di pola lama (comfort zone) untuk kemudian secara tiba- tiba harus beranjak mengikuti arus modernisasi. Ketidaknyamanan terbesar dialami oleh mereka ini (the establishment). Namun tidak bisa dipungkiri juga bahwa masih banyak yang bisa dikatakan ‘bersih’ terutama mereka yang berasal dari golongan generasi baru (new blood) yaitu mereka yang bergabung dengan Ditjen Pajak ketika perubahan tengah atau menjelang dijalankan. Sementara itu ditengah gempuran dan cobaan dalam mengawal dan meneruskan modernisasi, maka menjadi the establishment adalah soal pilihan dilematis yang kerap muncul ketika kita dihadapkan pada gencarnya cobaan dan gempuran tersebut.

Polemik ini tidak bisa lagi dengan sederhana direduksi menjadi sebatas dikotomi generasi lama dan generasi baru karena saya, anda dan kita semua bisa saja menjadi the establishment di dalam tubuh Ditjen Pajak yakni ketika dimanapun dan kapanpun kita bertugas (anywhere dan anytime) lalu disaat yang sama kita mulai mencoba menolak agenda perubahan dengan berbagai cara (anyhow). Tanpa kenal usia, pengalaman atau masa kerja, karena demikian kuatnya serangan multiarah yang menggerogoti tekad bulat perjalanan modernisasi Ditjen Pajak dan kita (para pegawai Ditjen Pajak) adalah pelaku utama penentu keberhasilannya.

Perubahan, dalam konsep ilmu Manajemen, memungkinkan suatu entitas usaha untuk dapat tampil lebih fit didalam lingkungannya sehingga keberadaanya bukan merupakan suatu hal yang asing atau aneh karena mampu menyesuaikan dengan kondisi bisnis di saat yang ada (current). Bila konsep ini diadopsi sebagai ide landasan untuk membantu kita memahami perubahan yang ada didalam tubuh Ditjen Pajak, maka kita akan dapat menarik benang merah yang selama ini tampak kusut, yaitu tuntutan kehidupan nasional secara multiaspek makin demikian kompleks dan semuanya menuntun pada satu hal yaitu kemandirian bangsa. Maka dalam hal inilah, fungsi pajak sebagai penyangga kemandirian bangsa harus dioptimalkan dan perubahan melalui modernisasi Ditjen Pajak adalah upaya nyata optimalisasi fungsi tersebut. Inilah yang harus kita lihat dan pahami bersama agar dapat tercapai satu pemahaman dan semangat juang (corps de spirit) yang kuat.

Ketidaknyamanan, kegusaran adalah konsekuensi logis dari sebuah perubahan, sebagaimana ia juga membawa harapan. Perubahan memberi kita kesempatan untuk memilih antara ikut serta menjadi agen perubahan itu sendiri atau justru sebaliknya, menjadi kaum the establishment yang merasa gerah lantaran harus menghadapi perubahan. Perubahan dalam hidup adalah soal kepastian, sebab tidak ada hal yang pasti di dunia ini selain perubahan itu sendiri, karena ia adalah pertanda kehidupan. Kita hanya harus memilih antara harus bertahan atau terlempar.

Namun faktanya, memilih untuk bertahan ataupun bila akhirnya kita terlempar, semua tentu akan diawali rasa tidak nyaman sekaligus gusar, hanya saja bedanya, mereka yang hendak bertahan akan mampu menyesuaikan diri dan mampu melihat visi perubahan itu sendiri sembari selalu memegang harapan tentang hari depan yang lebih baik. Sementara para kaum mapan anti perubahan hanya terus berkutat dalam kegusaran menghabiskan energi melawan perubahan dan akhirnya terlempar dengan dramatis dari jalan perubahan.

Beruntung bila kita mampu memilih untuk bertahan, karena disaat yang sama kita sedang menjadi agen perubahan. Sebuah pilihan yang harus terus dijaga agar tidak tergerus gempuran godaan yang akan selalu hadir di sepanjang perjalanan modernisasi Ditjen Pajak. Perubahan tidak mengenal waktu, ia ada didalam waktu itu sendiri sebagai unsur mutlak yang menjadi inti didalamnya. Apapun, dimanapun, dan bagaimanapun, pilihan untuk bertahan dalam perubahan harus terus kita pegang agar tidak menjadi korban perubahan itu sendiri dan agar tidak menjadi bagian pincang dalam agenda perubahan modernisasi DJP.

Comments

  1. wah ..postingan yang sangat berbobot ..
    tapi saya kurang mengerti gan, yang dimaksud DJP itu apa ya ?

    ReplyDelete
  2. @agenace: terima kasih :) DJP itu singkatan dari Direktorat Jenderal Pajak, kan ada diuraiannya. Atau DGT kl bahasa inggrisnya....

    ReplyDelete

Post a Comment

Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja