American: From Don's Side.


Ini kelanjutan postingan kemarin, tentang Don, orang asli Indonesia yang sudah 25 tahun menetap di Oklahoma, Amerika Serikat dan akhirnya memutuskan kembali ke Indonesia tepatnya di Palembang. Aku menemui Don di kediamannya pada suatu siang pekan lalu. Aku masuk kedalam rumahnya dan saat itu ia sedang berbenah sendirian dirumahnya dengan peralatan mekanik tergeletak bebas, nampak baru saja dipakai. Ia sendirian tanpa sewa tukang atau jasa teknik serupa. "If you can do it by yourself, then do it", seperti itu katanya.

Hampir sekitar 1 jam kami ngobrol seputar asal daerah, sekilas kehidupannya di Amerika lalu kami berlanjut makan siang ke Waroeng Steak (WS) Jalan Diponegoro setelah sebelumnya kami Sholat Zuhur di Masjid At-Tiq. Don mengatakan dari sana nanti ia langsung mau ada urusan ke Plaju sehingga kami menggunakan motor masing- masing. Motorku kebetulan masih di Baturaja untung ada kawan yang mau kasih pinjam. Dari 1 jam awal itu, tampak sekali bahwa tidak ada yang tersisa tentang keIndonesiaan Don, kecuali satu yaitu wajahnya. Selebihnya semua sudah jadi Amerika.

Di WS kami memesan makanan, dan sambil makan kami melanjutkan cerita, kali ini aku memulai pembicaraan seputar apa yang sering ku dengar tentang Amerika. Aku mulai dengan bertanya: apa betul di sana orang- orang cenderung egois atau tidak peduli satu sama lain?

Don merenung sejenak, lalu mengatakan dan mulai berkata bahwa: Orang sana itu selalu membedakan mana yang menjadi urusannya dan mana yang bukan, sehingga kesan nya tampak tidak saling peduli. Ini ditandai dengan ketika mulai berkenalan dengan orang lain mereka cenderung untuk bicara hal yang sifatnya tidak personal, melainkan seputar apa yang ia ketahui lebih dulu tentang hal non- personal orang itu: Misalnya mereka tahu bahwa kau bekerja di Pajak maka mereka berbicara dengan fokus seputar pajak tanpa jumping. Lain halnya dengan disini, yang akan selalu mulai dengan membicarakan seputar asal daerah, suku, keturunan, agama, silsilah keluarga dan hal personal lainnya. "Everybody is like a policeman in here.." kata Don.

Don juga mengatakan bahwa mereka tegas dalam hak apabila dilanggar. Don sempat jengkel ketika suatu hari dihalaman rumahnya baru- baru ini ada mobil parkir tanpa izin dahulu ke ia, dan ini membuatnya sempat bersitegang dengan si empunya mobil yang tidak terima ketika Don 'marah' dan ybs justru mengancam bahwa ia adalah anggota TNI dan sanak saudaranya adalah orang berpangkat. "That is not my bussiness, just move your car and it is done!" ujar Don membalas. Awalnya di Indonesia ini ia sempat mengalami cultural shock dan hingga kini pun masih ujarnya mengakui terutama fakta bahwa 25 tahun lalu di Masjid Agung ia kehilangan sandal, dan ini masih terjadi ketika beberapa waktu lalu ia sempat tarawih di sana, "25 years and there is nothing changing, it remains the same.." ujarnya.

Aku hanya belum paham bagaimana seseorang menjadi demikian rasional, mungkin memang adat budaya kehidupan sehari- hari disana yang membentuk kepribadian itu, aku mulai berpikir tentang cara hidup seperti itu. Setiap pribadi sibuk dengan urusan dan tanggung jawab pribadi masing- masing, perkara kemanusiaan dan perhatian sesama manusia muncul jika memang dibutuhkan atau disaat yang tepat sehingga tidak salah tempat.

Di satu titik, pembicaraan kami sampai pada bagaimana Don bisa bercita- cita untuk ke Amerika. Ia memang kuliah di Oklahoma State University untuk Program Agrikultur. Semua bermula kala ia masih kecil dan saat itu ia melihat poto di Majalah National Geografic yang menampilkan gambar pemandangan dengan langit biru bersih, yang berada di Amerika. Don kecil terpesona dan berniat untuk suatu hari bisa ke Amerika, entah bagaimana caranya ia selalu menjaga mimpinya dalam setiap kehidupan sehari- harinya yang membuat ia semangat mempelajari Bahasa Inggris hingga fasih. Ia mengeluarkan kesimpulan: "Just keep your dream alive and be ready, prepare yourself consistently and in a well- programmed steps, because it is you waiting for the opportunity not vice versa.."

Menjelang pukul 13.30 kami selesai makan siang, dan aku mengucapkan terima kasih banyak kepada Don, begitu juga sebaliknya. Nice to meet you, ucapku. Ia menjawab pula dengan Nice to meet you, too dengan mengatakan agar tetap sesekali berkunjung ke kediamannya, jangan sungkan ujarnya. Setelah itu kami berpisah di kelokan jalan yang berbeda pada suatu siang yang penuh inspirasi bagi ku yang juga bercita- cita dapat kuliah ke Amerika, amin. Terima kasih Don!

P.S:
----
Gambar diambil dari sini...

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Psikotes Erikson

Paradoksal Jakarta

Nonton Film King