Memaknai Kelulusan


Akhirnya aku lulus, hampir sebulan aku menunggu kabar ini, lega rasanya karena bisa juga aku lewati semester terakhir sekaligus semester yang menurutku berat diantara 3 semester lainnya.Berat, karena semua mata kuliahnya sangat teknis dan praktikal. Alhamdulillah, ini artinya sudah mau selesai statusku sebagai Mahasiswa Tugas Belajar, tinggal menunggu yudisium akhir bulan ini dan harus segera dikembalikan ke kantor baru. Entah dimana, hanya Tuhan yang tahu.

Pagi ini sambil duduk menghadap laptop, diluar sana udara dingin sisa hujan tadi malam masih sangat terasa sementara didalam sini dikepalaku semua scene hari demi hari selama dua tahun ini melintas cepat terasa enggan untuk singgah. Ya sudahlah, memang kita tak akan mampu menahan waktu sebab ia akan terus berjalan tanpa mau menunggu tanpa mau tahu. Dan demi apapun, tahun depan aku harus sudah melangkah pergi dari kampus ini menuju tempat dimana aku diharapkan, setelah memegang selembar surat keterangan yang memberi keterangan bahwa aku lulus sehingga siap dinaikkan pangkatnya, kemudian take-home-pay nya, atau malah sedikit saja status sosialnya.

Harusnya aku bahagia atau setidaknya mengembangkan senyum sumringah kepada nasib saat ini, namun aku manusia yang dikaruniai otak dan hati, dan tidak mau terjebak dalam kepasrahan terselubung dalam kemasan kenyamanan hidup. Kudapati banyak orang melewati periode indoktrinasi pendidikan secara ekstrim baik dan lupa untuk membebaskan kreatifitas dan imajinasi walau sedikit saja agar berani mengemukakan perbedaan pendapat, hanya demi dianggap patuh atau demi mendapat nilai yang baik.

Ada kegelisahan yang tidak bisa aku pungkiri, semacam ekspresi kekecewaan kepada lingkungan yang 'pragmatis' dan 'oportunis', berada bersama keduanya membuatku merasa tidak nyaman dan makin menjadi tidak nyaman karena tahu bahwa aku tidak akan bisa berbuat apapun untuk mengubah keadaan itu. Akhirnya aku cuma bisa berdamai dengan keadaan. Lalu berbesar hati dan Ya sudahlah. Aku hanya mulai berpikir bahwa aku harus mampu bertahan dengan prinsip ku sendiri ketika harus terus menjalani fase pendidikan kedepan. Berani mengambil resiko walau harus menjadi berbeda dengan orang kebanyakan. Karena yang kucari bukan nilai, pangkat atau uang. Namun kesempatan untuk mengembangkan diri walau setitik demi setitik setiap harinya.

Ebas
Diantara kamar yang berantakan

Comments

  1. harus siap ditempatkan dimanapun yaa....
    Selamat Erikson, semoga kantor barunya nanti menyenangkan ya

    ReplyDelete
  2. :a:

    Selamat yaaaaa..... hebat nih...

    ReplyDelete
  3. @elsa: Maaf mbak br balas.. siaaaapp!!! mana tau malah di Surabaya haha.. bisa mampir ketempatmu nanti Mbak, terima kasih doanya ya..

    ReplyDelete
  4. @goespin: ebujug... apanya yang hebat hahahhaa.. bisa aja ah! terima kasih ya sudah mampir dimari.. :D

    ReplyDelete
  5. @jizu: dadaaa jizu.. ane g mau ngantor di gatsu lagi kl bisa,, udah bosen, nte aje yang jadi legenda hidup gatsu ya hahhaa.. trima kasih sudah mampir..

    ReplyDelete

Post a Comment

Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.

Popular posts from this blog

Cerita Psikotes Erikson

Paradoksal Jakarta

Nonton Film King