Memoar Pendakian Dempo (I)

Gunung Dempo (3159 mdpl) adalah titik tertinggi Sumatera Selatan dan merupakan salah satu gunung di sepanjang deret Bukit Barisan yang mengelilingi sebuah kota bernama Pagar Alam. Gunung ini menjadi tujuan kami begitu selesai mendaki Gunung Kerinci. Perjalanan menuju Kota Pagar Alam kami tempuh dalam waktu hampir 14 jam dari Kota Sungai Penuh dengan menggunakan jasa Travel yang ongkosnya dipatok Rp. 200.000,-/ orang. Sebetulnya bisa saja kami pakai jalur estafet yang ongkosnya lebih murah, tapi dengan pertimbangan efisiensi waktu dan ditambah keraguan akan ketersediaan bis di malam hari, maka men- charter mobil travel ELF 3/4 bisa kami pikir akan lebih baik. Dan pada tanggal 15 Mei 2012, sekitar pukul 15.00 WIB kami berangkat dari Kota Sungai Penuh (Jambi) menuju Kota Pagar Alam (Sumatera Selatan).

Dengan posisi geografis diantara Provinsi Bengkulu dan Sumatera Selatan, maka tentu saja rute yang ditempuh melintasi Bengkulu dengan tujuan Kab. Kepahiang yang berbatasan langsung dengan Kab. Lahat (Sumatera Selatan). Dari Lahat, maka Kota Pagar Alam sudah tidak jauh lagi. Berikut secara ringkas rute yang kami tempuh menuju Dempo ;

Desa Kersik Tuo (Jambi)- Kota Sungai Penuh (Jambi)- Kab Muko-Muko (Bengkulu)- Kab Lais (Bengkulu)- Kota Bengkulu- Kab Kepahiang (Bengkulu)- Pendopo (Sum Sel)- Kota Pagar Alam (Sum Sel).

Berhubung berangkat mulai sore hari, maka hampir total perjalanan kami lewatkan dengan beristirahat sepanjang jalan sampai tertidur, kecuali ketika istirahat makan di daerah Air Hitam, Kab. Muko- Muko, yang belakangan baru aku tahu sangat dekat dengan wilayah Pantai Barat Sumatera. Menjelang pagi hari, ketika kami sudah memasuki wilayah perbatasan antara Pendopo dan Pagar Alam, aku sudah dalam posisi siaga untuk menghubungi teman yang akan menyambut kami di Dempo nanti. Sekitar pukul 06.00 WIB tanggal 16 Mei 2012. Kami tiba di Pagar Alam menuju PTPN Pengelola Perkebunan Teh di Kaki Gunung Dempo dan setelah beberapa kali salah arah akhirnya kami istirahat sejenak di Vila Pemkab Lahat.
Disini kami sempat diskusi alot dengan supir ELF tumpangan kami agar mengantar kami hingga ke titik pendakian yang rupanya masih sangat jauh. Namanya Kampung Empat (IV). Ditengah diskusi ini, teman yang kami nantikan akhirnya datang, namanya Zahri. Walau begitu, tetap saja tidak ada titik temu, dan finally we got a blessing in disguise, sebuah truk pengangkut para petani pemetik teh berkenan memberi kami tumpangan hingga mendekati Kampung Empat. Tak disangka memang, justru dengan berada dalam tumpangan truk ini, kami berkesempatan menikmati pemandangan Gunung Dempo dan lahan perkebunan teh maha luas yang begitu indah. Alhamdulillah. Sehingga bagi siapapun yang hendak mendaki Dempo, harap diperhatikan bahwa sangat jarang ada angkutan yang bersedia mengangkut hingga ke titik gerbang pendakian, jadi jangan sungkan untuk menanti tumpangan truk.
Kampung Empat tempat kami memulai pendakian, hanya sebuah perkampungan kecil yang terdiri beberapa KK saja, namun fasilitas cukup lengkap, ada Taman Kanak- Kanak, Masjid, Air Bersih. Kelihatannya kampung ini memang disediakan oleh PTPN bagi para penduduk yang bekerja sebagai pemetik teh di sekitarnya. Pagi itu sekitar pukul 10.00 WIB 16 Mei 2012 kami sudah tiba di gerbang pendakian sebelum Pintu Rimba, istirahat sejenak untuk repacking dan menikmati udara pagi dan pemandangan yang menenangkan di kaki Gunung Dempo. Sejurus kemudian, perjalanan dimulai. Dipandu oleh Zahri, kami mengambil rute singkat menuju Pintu Rimba walau aku pribadi agak kebingungan. Baru ketika memasuki Magrib kami tiba di Pintu Rimba.

Kota Pagar Alam- PTPN Perkebunan Teh- Kampung I- Kampung II- Kampung IV- Shelter Kampung IV- Pintu Rimba.
To Be Continued...

Photo Courtesy By: Moehammad A Noeryadi dan Wirawan Yuda

P.S:
------
FYI, Dempo sebetulnya lebih dikenal oleh penduduk asli dengan nama Dempu, namun logat Palembang yang lazim mengakhiri suatu kata dengan huruf O maka nama Dempu berubah menjadi Dempo hingga kini.

Comments

  1. fotonya kereeen.....

    suka banget dengan papan peringatannya

    ReplyDelete
  2. @Elsa: halo Mbak, apa kabar? terima kasih sudah berkunjung. Papan seperti itu lumayan sering di pasang ditiap gerbang pendakian.. g tau kl gunung yg udah tourism-oriented yaa.. mungkin masih dipasang juga. :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja