Menuju Rinjani (IV): THE END


Life is somthing big and it shouldn't be limited within things incarcerating us in a comfort zone. Go out and see many things new then we will be very, very glad that we did.

Pukul 00.30 dini hari, dingin diatas dua ribu enam ratus meter, Pelawangan Sembalun (Hari keenam, 11 Juni 2011).

Bunyi alarm dari dua handphone yang tadi malam aku set langsung membuat aku terbangun, dan segera membangunkan Tamsin dan Yoga untuk segera bersiap memulai summit attack. Segala persiapan mulai dari pakaian, obat-obatan, headlamp, kamera, kami cek ulang agar tidak ada yang tertinggal, dan untuk menambah energi kami makan sepiring bubur nasi terlebih dahulu dan tak lupa menyiapkan dua botol air untuk bekal perjalanan menuju puncak Rinjani, 3726 mdpl.

Setelah semua disiapkan, maka kami bertiga berdoa bersama dan mulai jalan, rupanya kami lah yang pertama kali keluar tenda sementara yang lain masih mungkin lagi tidur didalam tenda, karena memang kami menyadari keterbatasan fisik kami ditambah keinginan kami untuk melihat sunrise maka harus berangkat lebih awal dari yang lain. Jujur saja, baru kali ini aku summit attack hanya bertiga dan semua belum paham medan menuju puncaknya. Rasa takut, cemas dan khawatir kalau salah jalur, sering kali singgah dikepala, apalagi kami hanya bawa dua headlamp dan baru beberapa meter jalan saja sudah begitu banyak percabangan yang membingungkan.

Kesan Tamsin untuk Pendakian ini:
"Ada kemenangan dan keindahan di balik Bukit Penyesalan dan Penyiksaan. Tidak menyesal mendaki Rinjani ini"

Namun, aku harus yakin bahwa ada jalan yang benar bisa dipilih menuju ke puncaknya, sukurnya aku merasa seperti diberi kemudahan pas malam itu, karena melihat semacam tetesan embun yang jatuh kepasir di salah satu jalur yang mungkin benar untuk dilewati, akhirnya sambil membangun keyakinan, aku ikuti jalur itu sambil tetap menjaga kontak dengan dua kawan dibelakang. Sesekali jika sedang kebingungan maka aku dan Tamsin berganti peran sebagai pembuka jalan, hal ini penting karena makin keatas jalurnya makin curam dan jurang menganga disampingnya makin melebar. Jika menemukan sandaran batu yang agak besar maka kami beristirahat untuk sekedar melepas dahaga. Medan yang kami tempuh untuk menuju puncak ini berupa hutan di bukit yang didominasi bebatuan dan lahan agak berpasir sebagai alasnya, sehingga agak memberatkan kaki untuk melangkah, untungnya ada banyak batu dan dahan pohon untuk berpegang.

Kesan Yoga untuk Pendakian ini:
"Liburan kali ini terasa beda, sungguh mengesankan menikmati perjalanan dan keindahan Gunung Rinjani dan Gili Trawangan. Pingin suatu saat kembali berpetualang kesana. Terima kasih atas dukungan teman2 yang saling membantu. Keluarga menjadi semangatku hingga bisa mencapai puncak Rinjani"

Namun makin keatas, medannya makin variatif, vegetasi hutan berkurang diganti dengan jalanan menanjak dari tanah vulkanik khas pegunungan. Dari tempat sandaran beristirahat cahaya senter beriringan mulai bergerak makin mendekat kearah kami, makin lama makin dekat dan akhirnya kami tersusul juga. Mereka adalah serombongan turis, dan yang pertama kali menyusul adalah dua turis dari England yang ditemani seorang porter, beliau menawarkan untuk berjalan bersama-sama saja, lalu kami mencoba, namun kami belum terlalu kuat untuk mengimbangi, salah-salah bisa kelelahan dan jatuh kejurang curam dikiri kanan jalan, jalur yang dilewati bahkan hanya berupa setapak yang tidak terlalu lebar dan kian menanjak.

Hari masih gelap, dan angin kencang nan dingin makin terasa kuat menampar-nampar tubuhku, kami berjalan beriring, aku, Yoga dan Tamsin, sesekali di jalur yang medannya ekstrim, aku tarik tangan Yoga berpegangan berjalan beriringan karena ia tidak pegang senter dan juga sekaligus untuk menularkan semangatku untuknya. Sementara itu, dari jalur tersebut, Puncak yang menjadi tujuan kami tidak terlihat jelas karena tenggelam dalam malam, hanya terlihat cahaya senter yang berjalan mengular ke arahnya, cahaya dari beberapa pendaki yang telah mendahului kami, makin lama makin banyak pendaki yang mendahului kami, mereka para turis memang dianugerahi fisik yang kuat, dan tubuh mereka tahan dingin selain itu, pemandu dan porter yang menemani mereka memberikan fasilitas dan kemudahan yang membantu mereka.

Dari mereka aku belajar bahwa ada baiknya untuk membantu menuju puncak, menggunakan tongkat sebagai pencengkram lahan pasir dan penyangga tubuh juga supaya berbagi bebannya antara tangan dan kaki. Sering kami bertiga ditengah dini hari yang makin terasa dingin itu, duduk untuk minum menambah energi dan menstabilkan nafas. Perjalanan ke puncak Rinjani memang menguras nafas, hidung bisa meler dibuatnya dan belum lagi medannya yang berganti dengan bebatuan vulkanik yang pecah menjadi lahan berdebu (ini menjadikan jalur ini menjadi medan yang bahkan lebih berat dari Bukit Penyesalan), membuat aku harus menjaga udara yang aku hirup supaya debu tersebut tidak masuk kedalam paru-paru.

Dipertengahan jalur terberat ini, keyakinan dan semangat menjadi amunisi terakhir untuk menuju puncak, fisik yang makin tersita sangat tidak memungkinkan jika terus dipaksakan, aku bahkan mencicil langkah demi langkah untuk meneruskan perjalanan disetiap 10-15 langkah. Berat dan sangat membosankan, melihat ke puncaknya seperti tidak akan pernah sampai. Sementara angin dingin berhembus tanpa toleransi, Yoga bahkan berkata hendak berhenti menuju puncak dan cukup sampai di titik itu saja menunggu sunrise, tapi itu tidak mungkin, bisa mati beku nanti malahan. Sebisanya kami memberi semangat satu sama lain disela-sela sambil beristirahat.

Gelap mulai beranjak pergi, diganti cahaya kuning pertanda Matahari segera lagi naik dan sunrise dapat segera terlihat, sementara dari titik ini kami melihat Cahaya lampu dari kota lombok masih menunjukkan bahwa penduduknya masih terlena dalam tidur nyenyak dan Gunung Agung di Bali pelan-pelan mulai terlihat bentuknya, kontras dalam siluet hitam berlatar jingga pagi. Lebih dari itu semua, puncak Rinjani mulai terlihat jelas dan terasa bagiku bahwa masih agak cukup jauh menuju sampai kesana, karena jalur ini masih cukup panjang untuk diselesaikan. Kami mulai menapak kembali, dan dengan kondisi yang demikian ini rasanya sudah tidak mungkin untuk melihat sunrise dari 3726 mdpl, namun walau begitu, kami tetap harus menapak menuju puncak.

Dan setelah aku memastikan bahwa setiap kami sudah memiliki semangat yang cukup untuk menuju puncak yang mulai terasa dekat, maka aku mohon ijin untuk duluan ke mereka berdua. Langit mulai terang, Sunrise sudah mulai datang, perlahan-lahan mulai menyembul cahayanya dari ufuk timur. Walau tidak menikmati sunrise dari puncak, cukuplah dari sini saja pikirku, dalam hati aku begitu bersyukur diberi kemampuan melihat langsung fenomena alam yang sejak kecil kudengar ini. Beberapa saat sebelum puncak, dua turis asing dari England yang tadi pertama kali menyusul kami sudah turun kembali, dengan ramah mereka menyapa kami.


Detik-detik sebelum tiba puncak...

langkah demi lagkah kuusahakan, sambil menghela nafas dan memastikan bahwa dua kawanku tidak terlalu jauh dibawah sana. Walau deru angin makin kencang, namun intensitas dinginnya suhu tidak seperti waktu masih gelap tadi, karena Matahari sudah meninggi dan panasnya mulai terasa, ini sangat membantu meringankan upaya menuju puncak yang sudah didepan mata. Sambil melangkah aku bisa melihat dan merasakan euforia mereka yang sudah terlebih dahulu tiba disana, yang terekspresikan lewat bahasa tubuh mereka. Langkah ku makin kupercepat, dan akhirnya.. saat kedua kaki ini akhirnya menapak di 3726mdpl, pagi itu kira-kira pukul 06.30 WITA. Aku langsung bersujud bersyukur akhirnya tiba juga di puncak Rinjani ini.

Dibelakang Yoga dan Tamsin sudah akan tiba pula menyusul, dan akhirnya ketika mereka menjejakkan kaki di puncak Rinjani ini, satu persatu aku memeluk mereka mengucapkan selamat. Yapp... We Did It!. Apa yang terjadi dengan kami bertiga adalah sebuah bentuk nyata adanya Perseverance atas ijin Tuhan. Ada keharuan, dan kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata tentunya. Kemudian ketika kami bertiga sudah mencapai Puncak 3726 mdpl. tentu kami tidak mau kehilangan momentum berpoto bersama sebagai bukti yang kelak bertahun-tahun kemudian akan bercerita lebih kuat dari sekedar kata-kata.


Pemandangan dari Puncak ke Danau Segara Anak dan Gunung Baru Jari


Kawah Gunung Rinjani yang kayaknya lagi tidak aktif


Dipuncak ini juga terjadi bermacam ungkapan diri untuk suka dan cita bahkan cinta, ada dua ungkapan I LOVE YOU dari susunan batu, buatan saya dan Tamsin, untuk pacar masing-masing. Sementara Yoga, karena masih jomblo hanya bisa menyusun batu ini hehehhe:


Kemenangan atas diri kami sendiri sudah kami dapatkan setelah mengalahkan rasa bosan dan kekhawatiran sampai akhirnya kami tiba dipuncak. Sekitar satu jam kami berada dipuncak, maka sudah waktunya kembali turun, kemudian kami menempuh 2 jam perjalanan lebih cepat untuk kembali turun ke Pelawangan Sembalun, dan pukul 10.00 WITA kami sudah tiba kembali di tenda, dan langsung makan siang untuk seterusnya melanjutkan perjalanan ke Danau Segara Anak. Demikian pendakian ini telah berhasil kami lakoni, berikutnya yang masih tersisa adalah cerita baru dalam kerangka yang sama di perjalanan kami, mengenai Danau Segara Anak, Mereka yang Membantu dan Gili Trawangan.

Comments

  1. salute buat yang udah sampe ke 3.726 mdpl

    ReplyDelete
  2. @anonim: ini siapa sih? makasih banyak ya :) insyaALLAH semua bisa kok.. asal ada semangat dan emang udah jalannya mau kesana ..

    ReplyDelete
  3. sy suka foto ke 2 dari trakhir.. surgaaaa..

    ReplyDelete
  4. mantep...
    ajak" dun bro, yg deket" aja tp..hehe

    ReplyDelete
  5. @rustan: itu poto kawah nya Tan.. trims ya.. :)

    ReplyDelete
  6. @angen: lu posisi dimana bro? email aja ke @sonzone87@gmail.com

    ReplyDelete
  7. keren rik, salute salut ke anak muda ini ... top dah :) btw posting lah susunan batu kaw bt belahan hatimu wakakakka,
    harusnya mampir ke rmh mertua ku rik waktu di bali hahahah :p

    ReplyDelete
  8. @GWN: hahah private aja itu, jadi kau da kawin rupanya ya? kok g blg2 :D di Bali cuma menginjakkan kaki aja tp g keliling, dana dan waktu terbatas. mungkin ntar kl ada rejeki kesana lagi..

    ReplyDelete
  9. Asikkk rupanya akan ada sesi 'danau segara anak'..semoga ditail eksotisnya bisa ku rasakanlah*minimal dari postingan ini..

    Good job untuk 3 sekawan yang telah mengukir asa di puncak 3726mdpl^^

    *komen bang yoga itu membuat haru ya,kluarga jd motivasi plus baca proses dia mendaki..salute u para debut ini

    ReplyDelete
  10. @Putri: aminn.. kudu detail itinerary nya, iya tar ucapan selamat nya disampaikan, Btw, Putri fb nya apa?tar biar di add.

    ReplyDelete
  11. Wah-wah bang er,aku bukan tipe penyuka fb,bang,jadi nggak punya#ngeles

    ReplyDelete

Post a Comment

Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.

Popular posts from this blog

Cerita Psikotes Erikson

Paradoksal Jakarta

Touring Palembang- Baturaja