Memoar 180 Menit

Jika ada masa 180 menit yang paling bisa saya ingat dalam hidup, itu tentulah tentang 180 menit di akhir bulan kemarin. Saat itu saya memberanikan diri mengendarai mobil dinas sendirian dalam perjalanan pulang dari Muntok menuju Pangkal Pinang yang jarak tempuhnya kurang lebih 138 Kilometer. Momennya memang pas betul, berangkat semula berdua, pulang sendirian karena sang teman kebetulan ada urusan. Keadaan itu membuat saya seperti dibentangkan jalan untuk makin memantapkan hasil 'latihan' mengemudi beberapa waktu belakangan.

Sepi sekali, cuma ada saya, deru mesin dan hawa dingin kabin mobil saat itu. Perjalanan dengan waktu tempuh 180 menit itu kemudian berubah menjadi perjalanan yang ditiap menitnya berisi dialog doa keselamatan saya kepada yang Maha Pemberi Perlindungan, ALLAH.SWT. Terutama bila ingat bahwa didepan sana, rute jalan sarat kelok dan liku siap menanti. Sebelum berangkat, sang teman sudah mengingatkan untuk berhati- hati kalau mau potong kendaraan lain didepan. Bukan tanpa sebab sang teman mengkhawatirkan, karena sekitar sebulan sebelumnya saya hampir dijemput maut (vivere pericoloso) akibat main potong ditanjakan dijalur ini. Belum lagi lajur jalan yang bisa jadi padat karena dilewati truk pengangkut Tandan Sawit dapat menghalangi manuver dan kecepatan.

Sepanjang jalan saya berusaha atur kecepatan agar garis di dashboard tidak pernah lewat batas merah. Berusaha rileks, khususnya bila dari arah berlawanan ada kendaraan lain dengan laju yang kencang. Mata saya awas memastikan agar jarak dengan kendaraan disamping dan belakang tetap aman karena faktanya adalah, posisi yang terlihat di spion kiri atau kanan terlihat lebih jauh dibandingkan bila dilihat dari spion belakang yang menunjukkan jarak sebenarnya (sifat cermin datar). Laku semacam ini saya kira wajar terjadi pada orang yang benar- benar baru dalam mengemudi dan saya percaya, tahap demi tahap ini yang menjadikan saya pengemudi macam apa.

Sangat menyenangkan bisa menempatkan sikap antara tenang dan waspada. Saya bisa tenang karena saya yakin dengan perlindungan ALLAH.SWT, saya pun bisa waspada sebab ketenangan itu membantu untuk fokus. Tak masalah tidak bisa sampai dengan cepat yang penting selamat karena istri sudah tentu menunggu dirumah. Menjelang gelap, keadaan cukup membuat saya khawatir. Mungkin baru sekitar 30 menit baru masuk Pangkal Pinang. Sebetulnya saya berpikir untuk menepi sebentar sholat magrib, namun saya urungkan dengan pertimbangan masih bisa dikejar dirumah saja, atau kalaupun tidak bisa, bisa di qada di akhir waktu.

Saat mulai masuk kota. Saya lega. Segera saya antarkan mobil plat merah ini dan langsung ke kantor untuk mengambil motor di parkir belakang lalu segera meluncur kerumah disambut istri yang menanti dari lama. Saya bersyukur untuk tiga hal, pertama atas keberanian saya ambil sikap dan resiko untuk memantapkan kemampuan dan keberanian, kedua untuk lisan yang telah dimampukan banyak mengingatNYA selama 180 menit perjalanan yang dengan itu saya kira dapat tiba dengan aman dan selamat serta terakhir atas sambutan istri yang saya cimtai karenaNYA.

Erikson Wijaya
Bangka Belitung
08 Februari 2014

Comments

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja