Setelah Koba Tin Hengkang...

Koba, Ibu Kota Kabupaten Bangka Tengah. Membaca riwayat daerah ini semasa 4 dekade terakhir seperti membentangkan kembali cerita tentang sebuah korporasi besar yang bercokol di tanah ini sejak tahun 1979. Sebuah korporasi yang kuasanya membuat tanah Koba dikeruk demi Timah dan menyisakan banyak lahan bopeng yang tak sedap dipandang. Korporasi itu bernama PT Koba Tin. Dari namanya, siapapun mungkin mengira ia dikelola dari dan untuk masyarakat Koba. Tetapi, secara legal, 75% kepemilikannya justru ada pada negara tetangga, Malaysia. Dibawah bendera Malaysia Smelter Company (MSC) dan 25% sisanya milik PT Timah yang berkantor di Jakarta.

Dimana kemudian tempat masyarakat Koba? Mereka, dengan mendirikan badan usaha, mengambil peran sebagai mitra PT Koba Tin untuk urusan apapun, mulai dari menjadi penambang untuk menyediakan pasir timah sampai menjadi penyedia jasa lainnya seperti penyedia tenaga kerja, transportasi, reklamasi lahan, hingga jasa katering. Disinilah keterkaitan yang semula adalah berkah kemudian berakhir petaka. Berbilang puluh tahun lamanya ketergantungan itu berjalan tanpa ada gambaran bahwa kini akhirnya PT Koba Tin hengkang, kontrak karyanya tidak lagi diperpanjang.

Performa Buram 8 Tahun Terakhir

Kontrak Karya yang diberikan pemerintah pada tahun 1979 memberikan konsesi bagi PT Koba Tin untuk menambang Timah di area seluas 41.300 hektar. Kontrak ini diperpanjang hingga April 2013. Tetapi, produktivitas PT Koba Tin menurun tajam 8 tahun terakhir. Tahun 2005 angka produksi itu mencapai 22.180 metrik ton, tetapi menurun hebat pada 2006 hingga di angka 8.250 metrik ton. Terus menurun di tahun 2007 dan 2008 di angka 6.987 dan 6.622 metrik ton. Sedikit membaik di tahun 2009 dengan mencapai 7.336 metrik ton tetapi kembali turun drastis menjadi 6.616 dan 6.332 metrik ton pada tahun 2010 dan 2011. Terakhir di tahun 2012 produksi PT Koba Tin hanya 1.901 metrik ton dengan diiringi derita kerugian US$ 40,9 Juta. Menyisakan defisit yang harus ditanggung PT Timah sebesar 25% dan beban gaji pegawai yang terkatung- katung.

Rentetan performa yang tak kunjung membaik ini membuat Kontrak Karya untuk PT Koba Tin diputus. Dari sini, cerita malang para mitra PT Koba Tin dimulai. Lebih luas lagi, kemalangan bagi segenap pegawai PT Koba Tin yang terpaksa di PHK tanpa kompensasi yang cukup. Bila kita lewat ke kantor operasional PT Koba Tin di Koba, banyak kita lihat spanduk yang berisi kutukan kepada segenap direksi PT Koba Tin untuk memberi hak mereka yang malang ini. "Tolong bayar gaji kami, jangan bunuh anak istri kami wahai PT Koba Tin" begitu bunyi hitam sebuah spanduk putih yang diikat seadanya di pagar PT Koba Tin. Kemalangan itu makin terasa manakala kita mencoba masuk kedalam komplek PT Koba Tin yang kini lebih mirip taman belukar tak terawat.

Jejaring yang memasung

Ada banyak masyarakat Koba yang kecewa kepada PT Koba Tin, mereka adalah mitra yang upah balas jasanya belum dibayar, atau mitra penambang yang hasil penjualan pasir tambang timahnya digantung atau pegawai yang menunggu kejelasan nasibnya. 40 tahun bercokol di tanah Koba adalah waktu yang lama. Wajar bila ketergantungan itu mewujud menjadi keyakinan bahwa PT Koba Tin akan tetap terus ada. Tetapi malang tak dapat ditolak. PT Koba Tin hengkang dengan meninggalkan banyak polemik. Sesungguhnya, fenomena robohnya PT Koba Tin tentu ada korelasi dengan segenap kejadian baik di skala lokal maupun global. Memahami kasus PT Koba Tin adalah upaya melihat semuanya sebagai sebuah sistem yang saling berkelindan.

Sudah rahasia umum bahwa sejak dulu praktik penambangan timah secara ilegal berjalan masif dan rapi. Praktik ini tentu menggeregoti produktivitas PT Koba Tin selaku pihak yang secara sah diberi izin untuk menambang. Lahan penambangan yang disediakan kerap ditambang terlebih dahulu secara sembunyi- sembunyi oleh pihak lain bahkan mungkin sebelum PT Koba Tin sempat mengelolanya. Ada asap tentu ada api. Praktik ini ada karena diberi tempat. Bijih Timah yang telah ditambang itu dibeli oleh kolektor untuk dijual ke pasar dalam dan luar negeri. Cukup mudah untuk kemudian membaca dampak akumulatifnya. Ribuan metrik ton transaksi bijih timah berjalan tanpa legalitas selama bertahun- tahun,

Ketika lima tahun belakangan dunia dilanda resesi. Banyak komoditas tambang yang mangkrak tak terbeli oleh negara tujuan eksportir, salah satunya Timah. Umumnya, mereka adalah negara industri yang membutuhkan pasokan timah untuk membuat piranti elektronik atau produk derivatif lainnya. Harga timah terjun bebas mengikuti kondisi pasar. Ini berdampak jelas kepada performa dan kesehatan keuangan PT Koba Tin, bahkan PT Timah Tbk selaku BUMN. Lebih jauh lagi, jelas ini berdampak pada penerimaan negara dari Pajak atas usaha dari ekspor komoditas. Sudahlah sejak dulu digerogoti dari dalam, ditambah pula kondisi global yang sedang memburuk.

Tetapi sebagian masyarakat Koba percaya bahwa PT Koba Tin tidak pernah akan benar- benar ambruk bila manajemen dan kontrol internalnya berjalan baik. Desas- desus bahwa ada praktik fraud didalam keuangan PT Koba Tin sudah cukup lama menyebar. Ada yang mengatakan bahwa sebagian uang perusahaan dibawa lari ke Malaysia untuk kepentingan pribadi, investasi bentuk lain atau kegiatan lain yang diluar tata kelola yang wajar dan transparan. Tapi itu hanya isu yang hingga saat ini belum dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bahkan hingga kini pihak Malaysia selaku pemegang saham mayoritas, mengajukan upaya arbitrase ke tingkat internasional.

Kini, Siapa yang rugi?

Lucu, bila kini kita saling menyalahkan. Hengkangnya PT Koba Tin membuka pikiran bagi siapapun yang sadar bahwa kita mesti banyak berbenah. Era PT Koba Tin usai. Berganti era yang kini belum tahu kepada siapa tugas mulia penambangan Timah akan diamanahi. Bila banyak eks mitra PT Koba Tin kini berteriak lantang menuntut hak mereka. Mari bertanya, apa para mitra itu selama menjadi badan usaha telah cukup patuh pada negara dalam hal pelaporan perpajakan? Jamak ditemui mitra yang bahkan tidak pernah melaporkan SPT Tahunan atau pun bila melaporkan jumlahnya belum wajar.

Praktik ini, sebetulnya telah menampar wajah kita semua, menyadarkan diri kita tentang siapa dan yang rugi sebenarnya? Kerugian sejatinya didera oleh Republik ini, Republik Indonesia. Pun, bila desas desus fraud itu benar adanya, kita tak hanya rugi tapi juga dibodohi. Ambruknya PT Koba Tin sekaligus telah menelanjangi kita tentang seperti apa laku para wajib pajak perusahaan mitra dinegara kita. Laku yang belum tentu terendus bila PT Koba Tin tetap berjaya. Blessing in disguise. Ironisnya kini, saat para mitra itu diingatkan kembali untuk memenuhi kewajiban pajak nya. Mereka kebanyakan langsung reaktif dan defensif langsung menyalahkan PT Koba Tin. Tidak ada rasa bersalah untuk mengakui kealpaan pelaporan selama ini.

Banyak kini para eks mitra PT Koba Tin yang sudah gulung tikar berhenti beroperasi, sebagian mencoba peruntungan disektor lain, tetapi nostalgia dan pengharapan mereka bahwa suatu saat PT Koba Tin akan melunasi utang mereka telah menjadi penantian yang belum tahu kapan berakhir. Semua akhirnya merugi. Bahkan bangsa ini pun merugi, 40 tahun lamanya hasil tambang timah di tanah Koba itu tidak pernah benar- benar secara sepenuhnya dinikmati masyarakatnya sendiri. Hingga saatnya sang korporasi besar dari negara tetangga angkat kaki, yang tertinggal cuma kita yang hanya bisa gigit jari.

Penutup

Cerita tentang Koba dengan segenap riwayatnya tetap akan terus berjalan. Koba pasca PT Koba Tin akan tetap menggeliat mencari penghidupan lain yang lebih menjanjikan sesuai kemampuan. Usainya era PT Koba Tin hanya akan dapat memberi hikmah bila segenap pelaku usaha mau sadar tentang status mereka sebagai warga negara yang harus berkontribusi, salah satunya melalui pajak. Sementara itu pemerintah pun harus banyak berbenah demi memerangi praktik tambang ilegal serta meremajakan lahan yang telah hancur usai ditambang tanpa reklamasi. Sebab, cuma dengan ini, kita dapat mempertanggungjawabkan bumi yang kelak akan kita wariskan kepada generasi selanjutnya.

Erikson Wijaya
Bangka Belitung
23 Februari 2014

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Psikotes Erikson

Paradoksal Jakarta

Nonton Film King