Baik Atau Benar?

Menjadi baik adalah seperti menjadi lilin yang dinyalakan dalam gelap, memberi terang dan petunjuk keselamatan bagi yang membutuhkan. Namun di saat yang sama ia harus rela dirinya habis dalam pengorbanan tanpa ada kesempatan untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Menjadi benar adalah seperti menjadi matahari yang ditakdirkan untuk bersinar ke bumi, memberi hangat dan kekuatan bagi yang membutuhkan. Namun disaat yang sama kadang dibenci karena sinarnya hilang disapu malam, tapi mau bagaimana lagi, keberadaanya satu untuk semua. Malam disatu sisi bumi adalah siang disisi bumi yang lain.

Menjadi baik tentu menyenangkan banyak orang, seperti lilin itu tadi. Sayangnya ia harus hilang dalam pengorbanan yang ia persembahkan. Malang nian si lilin, padahal mungkin ia tak mau habis hanya bagi satu tempat yang gelap. Maka kebaikan itu menyenangkan bagi penerima tapi tidak adil bagi yang memberikan. Menjadi benar tentu pula menyenangkan, namun tidak tiap saat, bak matahari yang harus membagi peran di dua sisi bumi. Saat ia dinanti disatu sisi, disaat yang sama ia ternyata digerutui disisi yang lain. Tapi itu adil, sebab membuat Matahari tak berat sebelah. Bisa jadi ini alasan mengapa keadilan selalu menempel pada kebenaran, bukan kebaikan.

Menjadi baik, semua tentu mau. Sebab tentu senang bila bisa membuat banyak orang gembira oleh laku kita. Namun sayangnya, ditiap tahap, sumber daya kita juga terbatas. Dalam situasi itu, lebih tepat kiranya bila semua diputuskan sesuai batas daya yang kita punyai. Tidak berat sebelah, tapi tak juga menciderai sebelah yang lain. Bila kemudian pilihan sikap ini dianggap salah, biarkan itu menjadi pilihan cara pandang mereka, sebab bukan kuasa kita mengubah sikap dan pikiran banyak orang. Menjadi benar kadang lebih sulit, bukan karena kita tidak bisa, tapi justru karena kita tidak siap dianggap tidak menyayangi.

Menjadi Matahari yang menerangi dua sisi bumi bergantian meski tak selalu disenangi akan lebih adil daripada menjadi lilin yang meski memberi terang tapi harus kehilangan hidup dan nyalanya sendiri.

Erikson Wijaya
Bangka Belitung
15 Januari 2014

Comments

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja