Koruptor, Pejabat Atau Penjahat?

Mencuri adalah perbuatan yang tidak dibenarkan, apapun alasanya. Tapi kebijaksanaan atas nama kemanusiaan patut dipertimbangkan bila pelaku adalah kaum papa yang terjepit kebutuhan hidup ditengah ketidakpedulian lingkingan sekitar, sebab pada saat yang sama disaat itu, ia sebenarnya adalah korban. Lagipula kerap didapati pada kasus level itu, yang dicuri adalah sekadar buah atau sekerat roti. Tapi bagaimana bila pelakunya adalah pejabat? Maka tidak saja perbuatannya tidak bisa dibenarkan, justru patut diberi harga mati bahwa ia telah berbuat keji!

Mencuri, dalam kapasitas pelaku sebagai pejabat, merupakan bentuk riil tindakan menciderai amanah sekaligus melukai jiwa masyarakat. Pejabat diangkat dengan dasar kepercayaan dari rakyat untuk mengatur negara dan memberi kesejahteraan bagi rakyat. Tetapi jika pejabat itu mencuri maka pada hakikatnya yang ia curi adalah hak rakyat. Hak untuk merasai keadilan. Hak untuk mencicipi sejahtera. Hak untuk hidup tenang dan damai. Semua hak itu dapat hilang dirongrong lewat aksi pencurian oleh pejabat. Aksi keji yang dikenal dengan istilah Korupsi.

Pejabat yang korupsi pantas dihukum. Gelar pejabatnya pun secara moral sudah tidak patut lagi disandang. Bila terbukti, mereka harus dibui. Gelar pejabat melayang, dibui mereka adalah Napi. Narapidana yang menjadi penghuni bui telah terganjal oleh ragam aksi amoral yang membuat mereka mendekam dibalik jeruji besi, aksi yang beragam itu bertingkah polah dalam watak yang sama. Watak Kejahatan. Jadi pejabat yang masuk bui itu kini tak lain adalah penjahat. Mereka melakukan tindak kejahatan yang merugikan rakyat banyak, demi kepentingan pribadi atau kelompok.

Siapapun mereka, apapun agama mereka. Begitu pejabat itu terbukti korupsi dan sah dibui. Berganti pula gelarnya dari pejabat menjadi penjahat. Tidak peduli berapa banyak anak mereka yang terpaksa ditinggal, atau berapa dalam isak tangisnya saat diinterogasi. Tidak perlu kita kasihani. Korupsi adalah korupsi yang berarti kebusukan yang menghancurkan dari dalam dan mengorbankan rakyat yang mengamanahi mereka. Lagipula saat mereka bermain lobi atau atur strategi korupsi, mereka tidak ingat rakyat dan amanah yang mereka kangkangi.

Biarlah mereka menjalani tragedi dramatis buah watak kejahatan yang mereka lakoni. Di bui, mungkin mereka akan merenungi apakah mereka pejabat? Atau penjahat?

Ebas
Pangkal Pinang
25 Desember 2013

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Psikotes Erikson

Paradoksal Jakarta

Nonton Film King