Beranjak Dari Dilema
Menjadi kuat bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan kemampuan untuk memilih sikap dan respon yang tepat atas segala kejadian. Bagaimanapun idealnya kehidupan yang ingin kita jalani, Kejadian didalamnya tidak akan pernah bisa kita pilih, tapi kita bisa memilih bagaimana menghadapinya. Dari pilihan ini, siapa kita ditentukan, menjadi pemenang atau pecundang. Banyak yang jatuh terpuruk makin dalam saat dilanda ujian, namun tak sedikit yang justru makin bersinar terang usai melewati tantangan.
Masalahnya, memilih sikap bukan pula hal mudah. Memilih sikap itu adalah cerita yang lain dari sekadar memilih baju didalam lemari atau memilih menu harian untuk disantap. Dalam memilih sikap, siapapun kita tentu akan dihadapkan dengan dilema. Dilema antara siapa yang harus diutamakan, diri sendiri atau bukan. Diri sendiri adalah yang paling mudah untuk dipuaskan, sebab cuma kita yang paham standar keinginan kita, namun orang lain? Kita tidak pernah tahu sejauh apa batasnya.
Namun pahitnya, kita sendiri adalah apa yang belum tentu orang lain pikirkan saat kita memikirkan mereka. Ada saatnya kita dipaksa untuk berani mengambil sikap yang terlihat seperti mengesampingkan orang lain, bukan karena kita tidak peduli atau tak berhati, tapi karena memang itu adalah jalan terbaik membangun pondasi kehidupan kita sendiri yang sudah lama mungkin kita tinggalkan. Sekaligus, memperkenalkan makna perjuangan dan kemandirian kepada orang lain. Seperti induk ayam, yang secara naluriah telah tiba kembali saatnya untuk bertelur, maka disaat yang sama ia akan mematuk sendiri anaknya yang berbilang bulan lamanya sudah ia besarkan, agar menjauh dan belajar sendiri mencari makan dan penghidupan.
Pilihan sikap yang adil walau berat, dan tentunya melatih hati menjadi kuat. Sebab ketidakmampuan mengenali dan tegas pada prioritas akan membuat kita menjadi sosok dengan kepribadian yang terbelah antara diri sendiri dan orang lain. Menjadi baik mungkin akan menyenangkan banyak orang, tapi belum tentu itu adalah sikap yang benar. Namun kebenaran insyaALLAH akan membawa kebaikan meski berat terasa diawal. Tinggal lagi bagaimana setiap pribadi mengambil pilihan sikap dalam meresponnya, menjadi kuat dan terus berjalan atau mengasihani diri sendiri dengan berlindung atas nama takdir kehidupan.
Bangka Belitung
31 Desember 2013
Masalahnya, memilih sikap bukan pula hal mudah. Memilih sikap itu adalah cerita yang lain dari sekadar memilih baju didalam lemari atau memilih menu harian untuk disantap. Dalam memilih sikap, siapapun kita tentu akan dihadapkan dengan dilema. Dilema antara siapa yang harus diutamakan, diri sendiri atau bukan. Diri sendiri adalah yang paling mudah untuk dipuaskan, sebab cuma kita yang paham standar keinginan kita, namun orang lain? Kita tidak pernah tahu sejauh apa batasnya.
Namun pahitnya, kita sendiri adalah apa yang belum tentu orang lain pikirkan saat kita memikirkan mereka. Ada saatnya kita dipaksa untuk berani mengambil sikap yang terlihat seperti mengesampingkan orang lain, bukan karena kita tidak peduli atau tak berhati, tapi karena memang itu adalah jalan terbaik membangun pondasi kehidupan kita sendiri yang sudah lama mungkin kita tinggalkan. Sekaligus, memperkenalkan makna perjuangan dan kemandirian kepada orang lain. Seperti induk ayam, yang secara naluriah telah tiba kembali saatnya untuk bertelur, maka disaat yang sama ia akan mematuk sendiri anaknya yang berbilang bulan lamanya sudah ia besarkan, agar menjauh dan belajar sendiri mencari makan dan penghidupan.
Pilihan sikap yang adil walau berat, dan tentunya melatih hati menjadi kuat. Sebab ketidakmampuan mengenali dan tegas pada prioritas akan membuat kita menjadi sosok dengan kepribadian yang terbelah antara diri sendiri dan orang lain. Menjadi baik mungkin akan menyenangkan banyak orang, tapi belum tentu itu adalah sikap yang benar. Namun kebenaran insyaALLAH akan membawa kebaikan meski berat terasa diawal. Tinggal lagi bagaimana setiap pribadi mengambil pilihan sikap dalam meresponnya, menjadi kuat dan terus berjalan atau mengasihani diri sendiri dengan berlindung atas nama takdir kehidupan.
Bangka Belitung
31 Desember 2013
Comments
Post a Comment
Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.