Sengkarut Calo(n) Legislatif

Seorang lelaki tergopoh- gopoh menuju meja pendaftaran NPWP di sebuah Kantor Pelayanan Pajak, saat tengah diproses, lelaki tersebut meminta penyelesaiannya diutamakan karena sedang sangat dibutuhkan sebagai syarat kelengkapan tambahan berkas calon legislatif. Ternyata lelaki tersebut adalah calo yang diminta seorang calon legislatif mengurus NPWP miliknya.

Ilustrasi diatas adalah satu dari (mungkin) banyak silang sengkarut praktik demokrasi negeri ini. Seorang anggota dewan seyogyanya adalah mereka yang punya kesadaran tentang makna kehidupan bernegara, bukan seorang politisi karbitan yang muncul secara musiman. Ketiadaan NPWP bagi seorang calon legislatif, di sebuah negara dengan ongkos demokrasi yang mahal, adalah sinyal yang menggambarkan kualitas sang calon, penulis kira tidak berlebihan jika disimpulkan bahwa sang calon miskin pemahamanya tentang perpajakan. Padahal, wawasan yang luas sangat penting agar bisa memnyelesaikan persoalan bangsa ini, sehingga akan lucu bila seorang legislatif 'belajar' menjalankan tugas sambil bekerja. Nasib rakyat jadi taruhan.

Sulit berharap lebih pada legislatif periode mendatang jika panggung agung itu diisi oleh pribadi pragmatis yang memandang posisi itu sebagai profesi pendulang rupiah dan etalase popularitas. Apalagi banyak parpol yang nyata gagal membangun kaderisasi sehingga 'menjual' bakal calon dengan label petahana, artis, dinasti dan kaum kaya. Pemahaman soal polemik bangsa tidak bisa muncul secara instan dari kaum pesohor yang secara mendadak hadir lewat sokongan popularitas, uang dan kekerabatan. Tiga hal itu, walau menjanjikan banyak hal, tetap tidak cukup, dan bila dipaksakan tentu dapat menghancurkan banyak hal.

Mereka, calon legislatif yang kini tengah bersiap mengadu nasib, tak lebih tak kurang ibarat calo yang berebut penumpang disebuah terminal kedatangan, mereka menandai teritori, menjual janji, untuk kemudian beradu sikut dalam silang sengkarut perebutan penumpang yang kebingungan. Dan bila kita amini praktik ini, malang sudah kita hidup sebagai masyarakat yang bingung sepanjang zaman.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Psikotes Erikson

Paradoksal Jakarta

Nonton Film King