Jalan Panjang Hidup Kakek

Ia meninggalkan kampung halamannya, di negara India tepatnya Desa Matul,Distrik Nanded. Di wilayah yang sekarang bernama Maharashtra menuju Madras atau yang kini bernama Chennai. Perjalananya tidak berhenti sampai disitu, naluri perantauannya membawanya berlayar bersama seorang teman menuju Temasek hingga ke Hindia Belanda (Indonesia kini yang dulu masih menjadi jajahan Belanda) bermodal seadanya dengan menggantungkan hidup sebagai kuli angkut dan penjaga kedai di daerah tujuan hingga kemandirian membuatnya menjalani hidup sebagai pedagang. Saat itu mungkin sekitar tahun 1930an.

Hidup berpindah- pindah mencoba peruntungan dan mengadu nasib dari satu tempat ke tempat lain, mulai dari Madras (India), Temasek (Singapura), Sumatera (Palembang) lalu akhirnya menetap sebagai pedagang disebuah toko sederhana di Baturaja. Dan disini pula ia bertemu wanita bersahaja asal Jawa Tengah yang kelak menjadi istrinya. Di kota Baturaja ini usaha dagangnya berkembang penuh menjadi sandaran ekonomi keluarga. Setelah menikah ia sudah tidak pernah lagi pulang mengunjungi keluarga nya di India, terakhir adalah ketika ia masih berstatus bujangan, kala itu pulang ke India dengan modal uang pas- pasan dan sebagai pegangan ia membawa koin emas yang disisipkan dibawah tapak sepatu sehingga aman dari perampokan atau perampasan.

Kemudian ia kembali merantau sejalur dengan jalan yang sudah ia tempuh dan akhirnya kembali ke kota yang sama, Baturaja dan menetap sepenuhnya meninggalkan semua cerita masa kecil nya di India. Keluarganya, saudaranya, teman sepermainan atau musholla yang biasa ia jadikan sarang persembunyian untuk beristirahat sudah tidak akan pernah ia lihat lagi, hanya bisa dikenang. Baturaja menjadi tempat tinggalnya meneruskan hidup, membangun kehidupan bersama istri dan anak- anaknya. Hingga ia tutup usia pada 1994, meninggalkan seorang istri, 8 orang anak perempuan, 1 orang anak lelaki dan 10 orang cucu. Selanjutnya, hidup terus berlanjut dan menyimpan kenyataan bahwa cerita hidup generasi sesudah dirinya telah sejak jauh diawali dari keputusannya untuk merantau ke tempat yang jauh dari asal nya.

Pria itu bernama Ahmad, dengan nama kecilnya Amo. Nama kecil yang justru terbawa melekat hingga ke papan nisan peristirahat terakhirnya. Di tulang sulbi nya telah dituliskan oleh ALLAH.SWT, generasi yang akan ia bawa dalam cerita hidupnya, generasi yang akan berpindah dari sulbi ke rahim sang istri hingga akhirnya muncul kedunia sebagai anak- anaknya. Pria itu adalah kakekku, ayah dari almarhumah Ibuku. Aku masih kelas 3 SD ketika terakhir dapat mengingatnya dengan jelas duduk di kursi roda dengan mata lebar bundar, hidung mancung melengkung dan kulit berwarna khas India Dravida, dan saat itu justru adalah ketika ia sudah dekat dengan masa- masa penutup usianya.

Kini, kadang sering terbesit dalam hati, jika saja aku diberi kesempatan untuk berbincang dengannya sebagai laki- laki dewasa untuk sekedar mendengar pengalaman hidup beliau soal keberanian menjalani hidup di tanah perantauan, perjuangan melawan rasa rindu pada mereka yang terkasih di tanah kelahiran atau soal sedikit cerita bagaimana ia bisa meminang nenek, wanita asal Jawa Tengah (Kebumen) yang bersahaja. Tapi, semua tidak mungkin bisa terwujud. Rindu tinggalah rindu, angan tinggalah angan, nyatanya bahkan kami hidup didua era berbeda dengan sedikit sekali irisan masa. Adapun cerita singkat perjalanan hidup beliau ini aku tuliskan dari hasil obrolan dengan Nenek dalam beberapa kali kunjungan kalau aku sedang pulang ke Baturaja.

Jujur saja, aku ingin menjalin kontak dengan keluarga nya yang mungkin masih ada di Negeri India sana, bukan tidak mungkin suatu saat aku datang berkunjung kesana menemui saudara- saudara kakek atau keluarganya yang masih hidup. Bagiku, perjalanan panjang almarhum kakek hingga akhirnya menetap di Baturaja adalah bagian unik dalam sejarah hidup asal muasal keluargaku yang memberi pertanyaan besar, apakah mungkin di India sana keluarga almarhum kakek juga merasa hendak bertemu muka dengan anak keturunan saudara mereka?? yang pindah menetap di Indonesia sejak berpuluh- puluh tahun silam, Amo namanya...

Comments

  1. hohoho nice story

    ReplyDelete
  2. hiks hiks hiks ..
    senasib dengan saya gan ..
    bahkan say tidak pernah melihat wajah kakek saya sama sekali .. :'(

    ReplyDelete
  3. semoga agan dipertemukan kembali sama semua keturunan agan yaa ? amiin

    ReplyDelete
  4. @Alzheimer: biasa aja Gan, cuma ya sekali2 aja kepikirannya hehe.. selebihnya ya santai kayak di pantai. :P

    ReplyDelete
  5. @Nyeri: terima kasih kunjungannya ya.. salam kenal juga..

    ReplyDelete

Post a Comment

Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja