Malam Minggu Sederhana
Malam ini seperti biasa, malam minggu sederhana tanpa prosesi euforia seperti di luar sana. Disini, disebuah ruangan ini hanya berteman kegalauan (mungkin kesepian) yang semula aku kira tersembuhkan bila aku mendengar suaramu sayangku. Namun, aku lupa bahwa kau juga manusia biasa, bisa lelah dan jengah pada dunia. Tidak ada yang perlu disalahkan, bila sesekali kau pun butuh masa untuk sendiri, mungkin baiknya kumaklumkan saja. Meski rindu dan butuhku padamu kala itu begitu menyengat. Salahkan saja pria ini, yang menjadikanmu sandaran atas kegamangannya akan dunianya.
Aku tidak butuh rupa cantik wanita manapun untuk meredakan gemuruh dalam dada ini. Cukup sekilas senyum manis cerminan kelapangan hati mu yang bagai sang bidadari, itu saja. Bagiku kemasaman wajah dan tuturan kata penuh kesungkanan sudah tak ubahnya bagai neraka dunia lalu adu argumentasi dalam nada tinggi pun sudah cukup membuatku ingin enyah segera. Dan jangan kau serang aku dengan permintaan- permintaan untuk menjadi apapun yang aku minta kepadamu, bagai malam ini. Karena kini aku dalam posisi meminta pengertian mu. Jika kau merasa berat atau bahkan tak mampu, maka bagi ku masa depan disana itu terasa bagai abu- abu. Mari kita duduk tunduk saja dan pikirkan lagi tentang itu.
Cinta, aku yakin kita sudah jatuh terjun menjalaninnya bersama, namun cinta hanya kan menjadi emosi yang siap meledak bak bom waktu bila ia tiada diiringi kerelaan untuk mengalah, kedewasaan dan sikap mengerti satu sama lain. Bukan aku ataupun kau yang berhak untuk menikmati sikap mengalah dan kedewasaan satu sama lain, tidak ada keharusan bahwa aku atau kau yang harus memulainya lebih dahulu, namun semua hanya berjalan seiring waktu. Karena tidak ada untung atau rugi dalam mencinta, semua sama- sama menikmati. Bukankah kebahagiaan sebuah rumah tangga adalah Suami yang sabar dan Istri yang penurut??. Kesabaran kesediaan melawan emosi negatif. Seperti halnya sikap Menurut juga demikian adanya.
Kau bagai maha bintang, begitu terang sampai semua cahaya hilang. Itulah sebabnya aku butuh kau disisiku sayangku. Aku bagai hitam langit malam yang begitu pekat dan gelap, namun semua itulah yang membuat cahayamu kian benderang. Sampai akhirnya sang mentari esok hari kembali datang, hanya aku jua yang kan menerimamu dengan lapang, wahai sayang. Karena nyatanya aku makin dalam menyayangimu, semoga kau pun begitu. Dan.. Malam ini seperti biasa, malam minggu sederhana tanpa prosesi euforia seperti di luar sana.
Palembang
02 Juni 2012
23:19 WIB
Aku tidak butuh rupa cantik wanita manapun untuk meredakan gemuruh dalam dada ini. Cukup sekilas senyum manis cerminan kelapangan hati mu yang bagai sang bidadari, itu saja. Bagiku kemasaman wajah dan tuturan kata penuh kesungkanan sudah tak ubahnya bagai neraka dunia lalu adu argumentasi dalam nada tinggi pun sudah cukup membuatku ingin enyah segera. Dan jangan kau serang aku dengan permintaan- permintaan untuk menjadi apapun yang aku minta kepadamu, bagai malam ini. Karena kini aku dalam posisi meminta pengertian mu. Jika kau merasa berat atau bahkan tak mampu, maka bagi ku masa depan disana itu terasa bagai abu- abu. Mari kita duduk tunduk saja dan pikirkan lagi tentang itu.
Cinta, aku yakin kita sudah jatuh terjun menjalaninnya bersama, namun cinta hanya kan menjadi emosi yang siap meledak bak bom waktu bila ia tiada diiringi kerelaan untuk mengalah, kedewasaan dan sikap mengerti satu sama lain. Bukan aku ataupun kau yang berhak untuk menikmati sikap mengalah dan kedewasaan satu sama lain, tidak ada keharusan bahwa aku atau kau yang harus memulainya lebih dahulu, namun semua hanya berjalan seiring waktu. Karena tidak ada untung atau rugi dalam mencinta, semua sama- sama menikmati. Bukankah kebahagiaan sebuah rumah tangga adalah Suami yang sabar dan Istri yang penurut??. Kesabaran kesediaan melawan emosi negatif. Seperti halnya sikap Menurut juga demikian adanya.
Kau bagai maha bintang, begitu terang sampai semua cahaya hilang. Itulah sebabnya aku butuh kau disisiku sayangku. Aku bagai hitam langit malam yang begitu pekat dan gelap, namun semua itulah yang membuat cahayamu kian benderang. Sampai akhirnya sang mentari esok hari kembali datang, hanya aku jua yang kan menerimamu dengan lapang, wahai sayang. Karena nyatanya aku makin dalam menyayangimu, semoga kau pun begitu. Dan.. Malam ini seperti biasa, malam minggu sederhana tanpa prosesi euforia seperti di luar sana.
Palembang
02 Juni 2012
23:19 WIB
bagus skali artikelnya yaaa...:)
ReplyDeletehihihi si erik bs juga mempuitis, macam kek pujangga 45, manggilny pun sayangku wakakakak #ledekin ah
ReplyDeletegalih g login lagi2
@kontraktor: terima kasih ya.. :)
ReplyDelete@GWN: bs lah Gal, sedikit2 :) haha.. trims ya :)
ReplyDelete