5 Hal Tentang Pajak Yang Kita Banyak Masih Belum Tahu


Pepatah asing menyebutkan bahwa Pajak adalah perampokan yang dilegalkan. Bingung? Coba tanyakan kepada Vanya Cohen saja! dan jangan khawatir karena anda tidak sendirian, suka atau tidak suka kita tetap harus membayar pajak, salah satunya adalah Pajak Penghasilan (Income Tax), seorang Albert Einsten suatu kali pernah berkata "The hardest thing in the world to understand is the income tax" (sumber disini). Well, bisa jadi ucapan itu Einsten sebutkan sebelum ia sadar bahwa memahami wanita jauh lebih sulit.

Tapi faktanya adalah 85% APBN kita ditopang oleh pajak, dan ini bukan era 80an dimana sektor migas merajai ekonomi dalam negeri. Saat itu, masyarakat bisa sedikit santai tanpa berpikir soal besaran potongan pajak yang bisa cukup untuk beli kebutuhan dapur. Dan, every period has its own taste! Sehingga pajak kini menjadi andalan sumber uang negara untuk membiayai kebutuhan republik ini. Bisa dihitung dengan jari mereka yang dengan ikhlas membayar pajak dari hasil kerja keras sendiri, selebihnya? mungkin menggerutu seperti habis dirampok.

Tulisan ini sengaja dibuat untuk mencegah anda menggerutu atau sakit hati karena pajak juga agar anda terhindar dari stroke dan hipertensi karenanya. Mengapa? karena suka atau tidak suka anda, saya dan kita semua memang harus membayar pajak. Apapun yang kita dengar dari media tentang republik ini, atau tentang bagaimana kondisi fisik infrastruktur dalam negeri, sama sekali tidak akan membuat kewajiban pajak kita didiskon 30% seperti grosiran baju di Pasar Tanah Abang. Kecuali bila kita adalah bagian dari konglomerasi mafia yang rela menggadaikan republik ini demi rupiah. Mark my words!

Berikut adalah beberapa fakta mendasar yang begitu mudah dipahami mengenai Pajak, dan sebaiknya kita tahu agar resistensi yang mungkin ada tidak membuat kita membabi buta bila berurusan dengan pajak. I just arrived at one point. If only everyone knows, this may prevent them from what i call as taxphobia. :D. Demi bocah- bocah di pedalaman Papua yang rindu fasilitas sekolah, demi para ayah yang kebingungan mencari biaya persalinan istrinya dirumah sakit dan demi para TNI yang cemas saat kehabisan peluru di medan pertempuran. Inilah hal- hal yang saya maksud:

1. Uang Pajak Masuk ke Kas Negara bukan ke Kantor/Pegawai Pajak
Sounds too trivial to tell! Tapi, banyak dari kita yang masih menyimpan gambaran bahwa setiap kali datang ke kantor pajak adalah untuk membayar pajak, yang benar sebetulnya adalah mengurus kelengkapan administrasi dokumen perpajakan serta hal- hal teknis seputar perpajakan, adapun urusan membayar pajak, itu bukan di kantor pajak tempatnya, namun di Bank atau Kantor Pos. Dari keduanya, uang pembayaran pajak kita akan disetor ke rekening umum negara di Bank Indonesia yang dipegang oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). Uang yang sudah masuk inilah yang nantinya akan dibagi- bagikan sesuai kebutuhan negara yang terinci kedalam APBN setiap tahun. Jadi salah alamat bila bertanya ke kantor pajak, pertanyaan ini: 'kemana saja uang pajak kami?'

Berbicara mengenai uang.. hmmhh.. mungkin ada dari kita yang tetap berpendapat, lalu mengapa di kantor pajak juga ada bank untuk membayar pajak???? Here is the thing..

2. Membayar Pajak di Bank bukan di Kantor/Pegawai Pajak
Memang ada bank di beberapa kantor pajak, loketnya sengaja diadakan lewat kerja sama antara kantor pajak dengan Bank yang bersangkutan. Tujuannya sederhana yaitu untuk membantu para Wajib Pajak untuk membayarkan pajak mereka agar tidak harus bolak- balik, which will cost us another rupiahs, sehingga urusan pembayaran dan pelaporan bisa dilakukan di dua entitas yang berbeda dalam satu lokasi yang sama. That is all. Praktik seperti ini lazim disediakan khususnya untuk memudahkan membayar PBB dari Wajib Pajak, namun seiring dengan penyerahan PBB dari Ditjen Pajak ke Dinas Pendapatan Daerah, maka perlahan mulai dihapuskan.

3. Kita Menghitung Sendiri Pajak Kita Bukan Ditentukan Kantor Pajak
Inilah yang dinamakan Self Assesment System, berlaku mulai tahun 1983 waktu Reformasi Perpajakan pertama kali dilakukan dengan merombak UU Perpajakan yang kala itu masih warisan kolonial Belanda. Dengan sistem ini kita menghitung, memperhitungkan, membayar (bila ternyata terutang) dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakan. Adapun Kantor Pajak hanya membantu untuk memastikan apakah kita sudah benar- benar menunaikan kewajiban perpajakan dengan tuntas, baik dan benar. Dan kita patut berduka, karena dengan sistem yang demikian terbuka ini pun ternyata tingkat kepatuhan pelaporan Pajak Tahunan 2012 Wajib Pajak Orang Pribadi belum mencapai angka 60% dan 40% untuk perusahaan (sumber disini). Decir que si para progreso?

4. Kantor Pajak itu Melayani, bukan Memeriksa, Mengintimidasi Apalagi Menghantui
Tahukah anda KPP adalah kepanjangan dari Kantor Pelayanan Pajak??. Jadi anda jangan takut apalagi antipati bila kedatangan petugas pajak bila mereka datang untuk sekedar melakukan sensus atau bila anda datang ke kantor pajak untuk suatu keperluan. Karena para petugas kantor pajak adalah sekelompok manusia yang digaji negara untuk melayani hak dan kewajiban perpajakan para wajib pajak sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku. Mereka bukan dibayar negara untuk melakukan mengintimidasi kekayaan anda atau menghantui dalam mimpi di tidur nyenyak para wajib pajak. Percayalah! at least for one thing that i am one of them :D.

5. Tahun Ini, Kantor Pajak Secara Nasional Mengejar Target Rp. 1000 T Lebih.
Itu adalah angka yang mengejutkan namun realistis! Angka normal yang harus dipenuhi bila tahun ini pembiayaan APBN kita ingin sepenuhnya bebas dari Hutang Luar Negeri! Ya, setidaknya hutang itu tidak kian menumpuk ditambah beban bunga yang underschedule!, untuk itu kontribusi dari anda, saya dan kita semua adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. Resistensi yang tinggi untuk membayar pajak, sikap tidak mempercayai institusi DJP, serta pilihan untuk memboykot pembayaran pajak hanya akan membuat kita masuk dalam catatan sejarah sebagai orang yang mempercepat bubarnya negeri ini. Tanpa prestasi, tanpa kebanggan. Minimial dalam mematuhi tapi maksimal dalam melawan. Well, let your mind wide open and see that no matter how small we contribute, it is all about solidarity!

Oke, Vanya Cohen mungkin adalah manusia super kaya sekaligus telah bekerja super keras sehingga begitu tidak rela merelakan sebagian kekayaannya kepada pajak, dan akhirnya mencetuskan "When there's a single thief, it's robbery. When there are a thousand thieves, it's taxation." Namun saya harap ia tidak meninggal karena stroke atau hipertensi karena dibuat begitu kesal oleh pencurian yang dilegalkan bernama Pajak. Dan sayang sekali Albert Einsten sudah terlanjut meninggal sebelum sadar bahwa memahami wanita jauh lebih sulit daripada memahami pajak. Serta yang terakhir, semoga kita selamat dari penyakit stroke dan hipertensi dengan rajin berolah raga, mengatur pola makan (something i am difficult at) serta tidak lupa membayar pajak! :)

Comments

  1. @Saadi: trims Mas Saadi. Iya ini semoga bermanfaat haha.. :))

    ReplyDelete
  2. @UII: Sama2, saya juga terima kasih. Senang bila artikel ini bermanfaat dan silahkan sampaikan saja kl ada yang belum jelas, mungkin ada yg perlu didiskusikan.. :) salam kenal dari saya.

    ReplyDelete
  3. asyik tulisannya.. :)

    ReplyDelete
  4. @anonymous: terima kasih mas/mbak sudah berkunjung, haha.. ini cuma bereksperimen pake tulisan yang agak2 santai, soalnya kalo dibawa serius takutnya yang baca udah illfeel duluan, apa lagi temanya sudah tentang pajak. :)

    ReplyDelete
  5. Bikin plong, Alhamdulillah berkesempatan berada di dalamnya. :)

    ReplyDelete
  6. @DAP: selamat bergabung di Korps DJP :) salam hangat dr Palembang Ilir Barat.

    ReplyDelete

Post a Comment

Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja