Bukan Hidup Yang Kebetulan (III)
Kami berdua masih sempat menikmati akhir pekan di Kota Palembang untuk sekadar berkunjung ke Toko Buku. Bagaimanapun, kota ini memiliki makna dan ikatan historis buat kami. Lagipula saya kira penting untuk mengkondisikan Istri agar santai sebelum masuk opname dan dioperasi dua hari kedepan. Ketenangan jiwa adalah wujud sederhana dari sikap menerima yang sudah kami lakoni atas kejadian kemarin.
Senin. 25 November 2013
Sedari sebelum shubuh kami sudah bangun, Istri mengingatkan saya untuk tidak melewatkan saat- saat istimewa sholat malam dan memanjatkan doa, di situasi yang hening itu semua doa dan harap kami, saya sebut satu demi satu untuk selebihnya pasrah dan berserah (tawakkal). Bagaimanapun, dari sudut pandang saya seorang awam, saya kira ikhtiar yang optimal sudah kami lakukan selebihnya hanya doa dan tawakkal saja.
Pagi itu, seperti janji dengan pihak Rumah Sakit, kami langsung menuju Ruang Rawat Penyakit Kebidanan. Saya terlebih dahulu mengendarai motor pinjaman Saudara, turun langsung mengurus persiapanya, sementara Istri dan beberapa keluarga yang mengantar menumpang mobil. Begitu tiba, saya langsung menemui dr Linda. Beliau memberi saya secarik kertas pengantar sebagai syarat administratif pendaftaran sebelum masuk ruangan. Berbekal kertas yang memuat identitas Istri dengan cap ruangan IGD itu saya menemui petugas loket pendaftaran di Poli Kebidanan. Tetapi, terjadi kesalahpahaman karena kertas itu memintakan nomor rekam medis dari IGD. Saat itu Istri sudah tiba pula sehingga ia ikut mondar- mandir mengurusi.
Saya: "Pagi Bu, ini saya diminta dari ruang kebidanan untuk meminta nomor rekam medis supaya bisa dirawat inap, karena kemarin sudah dapat pengantar dari Dokter Yusuf!"
Petugas:"Mas, ini formulirnya dari IGD jadi bisa beri nomor ya dari IGD, kalau nomor disini khusus untuk yang ke Poli, lagipula nomor nya formatnya lain, nanti keliru!"
Saya: "Iya Bu, maksud saya juga begitu, ini sengaja memang untuk dapat nomor dari sini, cuma karena kata Dokter Linda formulirnya habis jadi pakai yang dari IGD, itu buktinya cap dari IGD nya dicoret!"
Petugas:"Ya sudahlah, kalau begitu saya buatkan formulir baru saja dari sini nanti langsung dibawa saja ke ruangan"
Begitu formulir lengkapnya sudah saya dapat, saya belum bisa ke ruangan karena masih harus mendaftarkan secara adninistratif ke ASKES. Di loket pendaftaran ASKES beruntung Istri langsung menghubungi rekan lamanya semasa ber co-ass di RSMH, namanya Muklis, ia banyak membantu mengurusi tertib administrasi ASKES sampai akhirnya kami sudah bisa masuk ruangan. Dari proses itu pula kami baru tahu bahwa 100% biaya selama perawatan dan operasi ditanggung ASKES kecuali untuk Obat- obatan yang tidak masuk kelompok, sepanjang kami tidak pindah ke kelas yang lebih tinggi. Alhamdulillah, setidaknya ini kabar baik dan secara nyata akhirnya saya bisa merasakan langsung manfaat ASKES setelah hampir 7 tahun setiap bulan gaji saya dipotong untuknya.
Kami akhirnya masuk ruangan. Kamar 11- II A. Ruangan kelas II ber- AC sekamar bertiga. Istri resmi berstatus pasien yang akan menjalani operasi besok, dan saya diberi kartu khusus keluarga pasien. Berdua bersama Istri diruangan itu buat saya tidak sama sekali mengurangi rasa kasih sayang saya untuknya, meski saya tahu dan sadar disitu bukan taman indah berbunga, melainkan Rumah Sakit, tempat yang bagi sebagian orang sangat perlu dihindari. Punggung tangan kanan Istri kembali dipasangi infus dan mulai diberikan beberapa suntikan antialergi sebagai syarat standar pra- operasi. Saya pun diminta menyiapkan satu kantong darah sebagai persiapan, bila saat operasi berlangsung dibutuhkan darah.
Beruntung, golongan darah saya dan Istri sama yaitu O Rh +. Saya mendonorkan darah saya melalui PMI terdekat dan memastikan kepada petugasnya bahwa darah saya bila diperlukan, hanya diperuntukkan untuk Istri. Lain hal, bila ternyata tidak dibutuhkan, maka saya ikhlas darah saya diberikan kepada orang lain.
Pada hari yang sama masih, hanya saja sudah gelap pertanda hari beranjak malam. Saat itu pula, pihak keluarga dari Istri sudah tiba dari Baturaja (mertua saya). Kehadiran mereka sangat berarti meski kami tidak ungkapkan dalam bentuk kata- kata namun setidaknya jiwa kami pulih lantaran aliran deras perhatian dari keluarga yang kami terima dalam beragam bentuk, apalagi ini sampai datang jauh- jauh menempuh 5 jam perjalanan. Setelah melihat langsung kondisi dan mendengar semua cerita, kedua mertua saya kembali ke rumah Saudara, saya dan Istri berdua saja di Rumah Sakit, bercerita tentang apa saja dan intinya tetap sama, kami saling menguatkan dalam berbagai bentuk dan cara.
Istri: "Bang, takut aku. Besok operasi!"
Saya: "Tidak ada yang perlu ditakuti, jalani saja, awalnya saja cemas, nanti bangun- bangun sudah lewat semua, tidak terasa sama sekali, lagipula semua ikhtiar dan doa insyaALLAH sudah dan terus kita jalani, selanjutnya yakin saja pertolongan ALLAH. SWT pasti ada, ya sayang!"
Istri: (terdiam sambil menatap saya dalam) "Maafkan aku ya Bang, kalau begini jadinya merepotkan Abang!"
Saya:"Tidak ada yang salah, sudah jalannya harus begini, kita tawakkal saja, ini ujian, sabar dan syukur saja"
Istri: "Bang, besok jangan pergi kemana-mana ya, aku pengen besok begitu sadar dari operasi Abang tetap ada disamping aku!"
Saya:"Iya sayang!"
Selasa. 26 November 2013
Kami tertidur. Niatnya jam 01.00 dini hari saya harus bangun untuk memberi sahur Istri, karena dokter meminta sebelum naik meja operasi harus puasa mulai jam 02.00, tapi apa mau dikata, saya justru ketiduran dan terbangun jam 03.00. Nasi sudah menjadi bubur, kepada Istri saya mohon maaf, wajar ia kecewa. Tapi apa mau dikata. Ya sudahlah, lupakan saja, akhirnya Istri minum sedikit air dan saya menyempatkan diri untuk tidak melewatkan waktu mustajab itu untuk Sholat Malam dan berdoa (semoga saya terhindar dari sikap Riya').
Pagi harinya dokter bergantian datang memastikan kondisi Istri, mulai dari dokter kandungan, dokter anestesi sampai perawat dan petugas antar pasien. Istri dapat giliran pertama dioperasi sekitar pukul 08.30 harus sudah masuk ruang persiapan. Pagi itu juga, mertua dan bibi dari Istri sudah datang menemani, tidak lama kemudian, Istri saya diminta keruangan menggunakan Kursi Roda dengan tangan tetap terinfus. Saya sendiri yang mendorongnya. Semua perlengkapan standar, secukupnya kami bawa seperti kain, berkas administrasi dan alat komunikasi.
Setibanya diruangan operasi, istri langsung dibaringkan diranjang persiapan, beberapa dokter dan pegawai Rumah Sakit terlihat bersiap, sekitar setengah jam kemudian, saya mulai diminta keluar ruangan bergabung bersama keluarga diruang tunggu sementara Istri sudah langsung naik meja operasi. Selanjutnya, saya tidak tahu, saya hanya berdoa dan berharap semoga semuanya berjalan lancar.
1 jam berlalu...
2 jam berlalu..
Tiba- tiba Dokter Yusuf, SpOG(K) memanggil saya, pikiran saya berspekulasi, apa ada sesuatu? apa darah kurang? untunglah beliau menceritakan bahwa operasi sudah selesai dengan lancar, semua Kista sudah diangkat dan saluran serta alat reproduksi Istri sudah dicek dan kondisinya baik.
Dokter: "Tadi alhamdulillah operasi sudah berjalan lancar, semua Kista nya sudah diangkat dan kondisi organ reproduksi Istri sudah kita cek baik"
Saya:"Terima kasih Dok, alhamdulillah. Bagaimana kondisi rahimnya? apa sudah bersih pasca keguguran?"
Dokter:"Iya sudah bersih, sudah kita cek juga, hanya saja ini jenis Kistanya dapat kambuh, jadi tetap harus rutin kontrol dan usahakan segera programkan kehamilan dalam waktu dekat begitu sudah pulih untuk menekan pertumbuhan Kistanya"
Saya:"Baik dok, terima kasih"
Dokter kemudian kembali keruangan, dan beberapa saat kemudian Istri sudah dikeluarkan dalam kondisi yang belum sepenuhnya sadar. Dalam hitungan menit kemudian, ia perlahan mulai mengigau setengah sadar dan saat dalam igauanya ia memanggil- manggil saya pelan :"Abang.. Abaang...". Saat itu juga saya bahagia dan bersyukur saemuanya berjalan lancar dan juga bahagia telah memenuhi janji saya tadi malam bahwa saya akan jadi orang pertama yang ia lihat saat ia membuka matanya setelah operasi.
Bersambung...
Senin. 25 November 2013
Sedari sebelum shubuh kami sudah bangun, Istri mengingatkan saya untuk tidak melewatkan saat- saat istimewa sholat malam dan memanjatkan doa, di situasi yang hening itu semua doa dan harap kami, saya sebut satu demi satu untuk selebihnya pasrah dan berserah (tawakkal). Bagaimanapun, dari sudut pandang saya seorang awam, saya kira ikhtiar yang optimal sudah kami lakukan selebihnya hanya doa dan tawakkal saja.
Pagi itu, seperti janji dengan pihak Rumah Sakit, kami langsung menuju Ruang Rawat Penyakit Kebidanan. Saya terlebih dahulu mengendarai motor pinjaman Saudara, turun langsung mengurus persiapanya, sementara Istri dan beberapa keluarga yang mengantar menumpang mobil. Begitu tiba, saya langsung menemui dr Linda. Beliau memberi saya secarik kertas pengantar sebagai syarat administratif pendaftaran sebelum masuk ruangan. Berbekal kertas yang memuat identitas Istri dengan cap ruangan IGD itu saya menemui petugas loket pendaftaran di Poli Kebidanan. Tetapi, terjadi kesalahpahaman karena kertas itu memintakan nomor rekam medis dari IGD. Saat itu Istri sudah tiba pula sehingga ia ikut mondar- mandir mengurusi.
Saya: "Pagi Bu, ini saya diminta dari ruang kebidanan untuk meminta nomor rekam medis supaya bisa dirawat inap, karena kemarin sudah dapat pengantar dari Dokter Yusuf!"
Petugas:"Mas, ini formulirnya dari IGD jadi bisa beri nomor ya dari IGD, kalau nomor disini khusus untuk yang ke Poli, lagipula nomor nya formatnya lain, nanti keliru!"
Saya: "Iya Bu, maksud saya juga begitu, ini sengaja memang untuk dapat nomor dari sini, cuma karena kata Dokter Linda formulirnya habis jadi pakai yang dari IGD, itu buktinya cap dari IGD nya dicoret!"
Petugas:"Ya sudahlah, kalau begitu saya buatkan formulir baru saja dari sini nanti langsung dibawa saja ke ruangan"
Begitu formulir lengkapnya sudah saya dapat, saya belum bisa ke ruangan karena masih harus mendaftarkan secara adninistratif ke ASKES. Di loket pendaftaran ASKES beruntung Istri langsung menghubungi rekan lamanya semasa ber co-ass di RSMH, namanya Muklis, ia banyak membantu mengurusi tertib administrasi ASKES sampai akhirnya kami sudah bisa masuk ruangan. Dari proses itu pula kami baru tahu bahwa 100% biaya selama perawatan dan operasi ditanggung ASKES kecuali untuk Obat- obatan yang tidak masuk kelompok, sepanjang kami tidak pindah ke kelas yang lebih tinggi. Alhamdulillah, setidaknya ini kabar baik dan secara nyata akhirnya saya bisa merasakan langsung manfaat ASKES setelah hampir 7 tahun setiap bulan gaji saya dipotong untuknya.
Kami akhirnya masuk ruangan. Kamar 11- II A. Ruangan kelas II ber- AC sekamar bertiga. Istri resmi berstatus pasien yang akan menjalani operasi besok, dan saya diberi kartu khusus keluarga pasien. Berdua bersama Istri diruangan itu buat saya tidak sama sekali mengurangi rasa kasih sayang saya untuknya, meski saya tahu dan sadar disitu bukan taman indah berbunga, melainkan Rumah Sakit, tempat yang bagi sebagian orang sangat perlu dihindari. Punggung tangan kanan Istri kembali dipasangi infus dan mulai diberikan beberapa suntikan antialergi sebagai syarat standar pra- operasi. Saya pun diminta menyiapkan satu kantong darah sebagai persiapan, bila saat operasi berlangsung dibutuhkan darah.
Beruntung, golongan darah saya dan Istri sama yaitu O Rh +. Saya mendonorkan darah saya melalui PMI terdekat dan memastikan kepada petugasnya bahwa darah saya bila diperlukan, hanya diperuntukkan untuk Istri. Lain hal, bila ternyata tidak dibutuhkan, maka saya ikhlas darah saya diberikan kepada orang lain.
Pada hari yang sama masih, hanya saja sudah gelap pertanda hari beranjak malam. Saat itu pula, pihak keluarga dari Istri sudah tiba dari Baturaja (mertua saya). Kehadiran mereka sangat berarti meski kami tidak ungkapkan dalam bentuk kata- kata namun setidaknya jiwa kami pulih lantaran aliran deras perhatian dari keluarga yang kami terima dalam beragam bentuk, apalagi ini sampai datang jauh- jauh menempuh 5 jam perjalanan. Setelah melihat langsung kondisi dan mendengar semua cerita, kedua mertua saya kembali ke rumah Saudara, saya dan Istri berdua saja di Rumah Sakit, bercerita tentang apa saja dan intinya tetap sama, kami saling menguatkan dalam berbagai bentuk dan cara.
Istri: "Bang, takut aku. Besok operasi!"
Saya: "Tidak ada yang perlu ditakuti, jalani saja, awalnya saja cemas, nanti bangun- bangun sudah lewat semua, tidak terasa sama sekali, lagipula semua ikhtiar dan doa insyaALLAH sudah dan terus kita jalani, selanjutnya yakin saja pertolongan ALLAH. SWT pasti ada, ya sayang!"
Istri: (terdiam sambil menatap saya dalam) "Maafkan aku ya Bang, kalau begini jadinya merepotkan Abang!"
Saya:"Tidak ada yang salah, sudah jalannya harus begini, kita tawakkal saja, ini ujian, sabar dan syukur saja"
Istri: "Bang, besok jangan pergi kemana-mana ya, aku pengen besok begitu sadar dari operasi Abang tetap ada disamping aku!"
Saya:"Iya sayang!"
Selasa. 26 November 2013
Kami tertidur. Niatnya jam 01.00 dini hari saya harus bangun untuk memberi sahur Istri, karena dokter meminta sebelum naik meja operasi harus puasa mulai jam 02.00, tapi apa mau dikata, saya justru ketiduran dan terbangun jam 03.00. Nasi sudah menjadi bubur, kepada Istri saya mohon maaf, wajar ia kecewa. Tapi apa mau dikata. Ya sudahlah, lupakan saja, akhirnya Istri minum sedikit air dan saya menyempatkan diri untuk tidak melewatkan waktu mustajab itu untuk Sholat Malam dan berdoa (semoga saya terhindar dari sikap Riya').
Pagi harinya dokter bergantian datang memastikan kondisi Istri, mulai dari dokter kandungan, dokter anestesi sampai perawat dan petugas antar pasien. Istri dapat giliran pertama dioperasi sekitar pukul 08.30 harus sudah masuk ruang persiapan. Pagi itu juga, mertua dan bibi dari Istri sudah datang menemani, tidak lama kemudian, Istri saya diminta keruangan menggunakan Kursi Roda dengan tangan tetap terinfus. Saya sendiri yang mendorongnya. Semua perlengkapan standar, secukupnya kami bawa seperti kain, berkas administrasi dan alat komunikasi.
Setibanya diruangan operasi, istri langsung dibaringkan diranjang persiapan, beberapa dokter dan pegawai Rumah Sakit terlihat bersiap, sekitar setengah jam kemudian, saya mulai diminta keluar ruangan bergabung bersama keluarga diruang tunggu sementara Istri sudah langsung naik meja operasi. Selanjutnya, saya tidak tahu, saya hanya berdoa dan berharap semoga semuanya berjalan lancar.
1 jam berlalu...
2 jam berlalu..
Tiba- tiba Dokter Yusuf, SpOG(K) memanggil saya, pikiran saya berspekulasi, apa ada sesuatu? apa darah kurang? untunglah beliau menceritakan bahwa operasi sudah selesai dengan lancar, semua Kista sudah diangkat dan saluran serta alat reproduksi Istri sudah dicek dan kondisinya baik.
Dokter: "Tadi alhamdulillah operasi sudah berjalan lancar, semua Kista nya sudah diangkat dan kondisi organ reproduksi Istri sudah kita cek baik"
Saya:"Terima kasih Dok, alhamdulillah. Bagaimana kondisi rahimnya? apa sudah bersih pasca keguguran?"
Dokter:"Iya sudah bersih, sudah kita cek juga, hanya saja ini jenis Kistanya dapat kambuh, jadi tetap harus rutin kontrol dan usahakan segera programkan kehamilan dalam waktu dekat begitu sudah pulih untuk menekan pertumbuhan Kistanya"
Saya:"Baik dok, terima kasih"
Dokter kemudian kembali keruangan, dan beberapa saat kemudian Istri sudah dikeluarkan dalam kondisi yang belum sepenuhnya sadar. Dalam hitungan menit kemudian, ia perlahan mulai mengigau setengah sadar dan saat dalam igauanya ia memanggil- manggil saya pelan :"Abang.. Abaang...". Saat itu juga saya bahagia dan bersyukur saemuanya berjalan lancar dan juga bahagia telah memenuhi janji saya tadi malam bahwa saya akan jadi orang pertama yang ia lihat saat ia membuka matanya setelah operasi.
Bersambung...
yang sabar dan tabah rik, mungkin belum waktunya. Semoga lekas sembuh buat Mrs. Erikson
ReplyDelete@Jizu: iya Jiz, mungkin memang belum saatnya. Aaamiin. terima kasih ya.
ReplyDeleteSabar ya, Rik...
ReplyDeleteRencana Allah selalu yang terbaik. Tugas kita hanya menjalaninya.. :)