Someday Somewhere


I don't know what happen to me, but i feel couldn't be better. Everytime one asks me or even i am asking my self about what my greatest passion in life is, the only thing coming up is: study abroad.

Mungkin ini bedanya antara cita-cita dengan sekedar keinginan, mana pernah ada kata bosan untuk mengejar cita-cita dan ia tidak akan mati walau sedetik sekalipun. Ia hidup dan menjadi pengingat ketika aku melangkah menjauh dari menggapainya. Kadang bukan sekedar pengingat saja, ia muncul menjadi bayang-bayang rasa bersalah yang membisikkan: 'kamu tidak sedang menuju menggapaiku, mengapa kamu justru menjauh?'.

Bisikan nurani itu membuat aku berputar berbalik arah tidak peduli sudah seberapa jauhpun aku melangkah. Dan akhirnya kembali lagi menekuni apa yang sudah menjadi 'true callings' hidupku. Ada dorongan yang kuat untuk semakin dalam berkutat didalamnya, lalu puas karena sudah berani memulai dan meneruskannya, bahkan saat sepertinya segala sesuatu itu masih jauh adanya.

Tentang True Calling:
Seorang teman pernah berkata bahwa aku belajar bahasa inggris dengan cepat, aku sendiri tidak menyadari hal ini, namun demikian lah yang ia katakan. Aku sendiri merasa walau masih jauh dari sempurna tapi aku tidak bisa bohong bahwa aku menikmati sekali setiap saat belajar bahasa inggris ini, mulai dari membaca, menonton, berbicara hingga bermain scrabble. Hahaha.. walau jarang menang!. Seorang teman yang lain lagi mengatakan bahwa aku sepertinya menikmati sekali belajar bahasa inggris dalam kondisi apapun, dan memang begitulah semuanya aku jalani tanpa merasa ada tekanan atau paksaan. Buatku, menjadi mampu menulis dan berbicara bahasa Inggris itu seperti memuntahkan isi perutku yang terasa mual kemudian menjadi lega dan lapang.

Kemudian aku merasakan sesuatu hal dengan lebih jauh, bahwa ini semua adalah satu anugrah dari ALLAH.SWT sebagai modal untuk mendorong menuju cita-cita yang pasti dimiliki seorang perantau, dulu aku pun begitu, saat kali pertama datang ke Jakarta, tujuannya ya cuma buat sekolah, tampak sederhana dan biasa. Sekolah dan kemudian kerja. Namun seiring waktu, tampaknya aku bukanlah hidup untuk diriku sendiri, aku hidup untuk menghidupkan dan mewujudkan harapan seorang lelaki paru baya yang aku panggil Ayah. Setiap kali aku pulang, selalu ada satu waktu untuk kami berdua untuk bercerita, pembicaraan antara lelaki dewasa dengan seorang lelaki yang mulai beranjak dewasa. Sebagai anak, aku mendengarkan lalu memahami dalam-dalam tentang kejadian yang ia hadapi dimasa lalu, soal sesalnya karena cita yang belum jua terwujud dan berujung harapannya yang ia titipkan padaku untuk bisa membuatnya bangga dan merasa hidup tidak sia-sia.

'Sekolah lah terus, belajarlah, kau kan sudah jadi PNS, jadi banyak kesempatan, dan itulah yang bisa membuat aku ni bangga...'

begitulah kata-katanya disuatu malam di tangga belakang rumah, sambil matanya menatap kedepan ke arah jalanan yang masih basah karena hujan. Dan sering kali setiap aku menelepon, disela-sela pembicaraan kami, aku merasa ucapan itu terngiang dengan jelas di telinga, lalu turun ke hati, mengendap menjadi tekad yang kuat.

Kini, kesadaran dan niatan untuk berbakti membanggakan Ayah sudah jelas arahnya mau mengantarkan aku kemana. Seperti yang aku tulis dipembukaan postingan ini yaitu Kuliah di Luar Negeri. Lalu muncul pertanyaan? Kemudian kalau sudah kuliah ke luar negeri mau bagaimana? Bagi ku sampai saat ini belum terpikirkan secara detil mau jadi apa, yang aku tahu adalah aku punya banyak kesempatan untuk dicoba, melakukan usaha terbaik yang aku bisa, semampuku. Urusan hasil dan kedepannya bukan jadi pengetahuanku, itu sudah diluar batas kemampuanku sebagai manusia yang bertuhan, tapi aku yakin apapun yang akan terjadi nanti tentulah ada manfaatnya dan itulah yang terbaik buatku dan rasanya lapang, karena kelapangan yang paling lapang itu adalah tawakkal setelah berusaha maksimal, begitulah pendapatku.

Kedepan, diwaktu dan kesempatan yang ada sudah tidak pada tempatnya lagi membuang waktu untuk hal yang tidak perlu, bukan berarti aku tidak mau menikmati hidup, hanya saja aku tidak mau terlalu berlebihan takutnya melupakan. Aku pernah jatuh, aku pernah salah langkah, dan tersesat sendiri dalam kebingungan. Tapi aku tidak mau terus menyalahkan diri sendiri, bagiku semuanya adalah uji coba dalam proses belajar agar jadi tahu seperti apa rasanya jatuh, tersesat dan hilang arah. Aku sudah 23 tahun dan perlahan dengan sendirinya dengan cara ku aku sebaiknya makin bijak dan dewasa... ahhh sudahlah aku jangan banyak bicara lagi, waktu terus berjalan dan terus berganti, yang penting aku telah menemukan apa yang aku citakan dan tinggal mengisi hari-hari dengan hal-hal yang dapat membuat aku makin siap untuk mencapainya.

Someday, when chance meets with preparation, somewhere which is nowhere never known.

Comments

Post a Comment

Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja