Cerita Ratusan Kilometer

Motor ini memang sekadar benda tanpa nyawa yang aku beli dari teman kuliah pada akhir tahun 2010 seharga Rp. 10.000.000,-. Warnanya biru dengan bodi ramping yang sengaja kusetel lebih tinggi dari aslinya, supaya lebih lincah kalau dibawa ngebut. Tiap kali ganti spare part aku selalu beli produk resmi, walau lebih mahal tapi jaminan daya tahan itu lebih penting dan sejauh ini sudah lumayan banyak suku cadangnya yang aku ganti karena memang sudah susut manfaatnya. Mulai dari gear pack, stang bar, jok, shock, canvass kopling,  accu, sampai tool konektor mesin ke bahan bakarnya.

Tentunya dengan kubawa ke mekanik langganan di bengkel resmi. Sebab memang aku lemah di mekanika, lebih tepatnya tidak begitu tertarik. Padahal, mulai dari urusan sehari- hari sampai ke urusan pekerjaan, aku tidak bisa lepas dari motor ini. Tapi ya sudahlah, mungkin ini jalan Tuhan menciptakan orang- orang sepertiku agar para mekanik mendapatkan rejeki. Meski kekasihku sering protes soal ini, baginya paling tidak aku bisa seharusnya membetulkan sendiri tiap kali ada kerusakan. Bisa sih bisa, cuma ya untuk sebatas perawatan phsycal looking saja.

Dengan perawatan yang terbilang rutin itu, rasanya nikmat sekali melaju membelah jalanan bersama motor ini. Apalagi oli/ pelumas nya paling tidak 2-3 bulan sekali aku ganti. Ratusan kilometer aku kira sudah aku jajal bersama motor ini. Mulai dari Jakarta- Puncak (Jawa Barat) dan Jakarta- Banten- Lampung- Baturaja- Palembang. Perjalanan jauh itu tentunya pula dibarengi dengan cerita aksidental yang memberi pelajaran. Seperti misalnya saat tergelincir karena kondisi becek di ruas jalan Cibinong- Bekasi sampai membuat right brake bar motor ini melengkung bak kumis Si Jampang. Atau ketika lubang besar menganga di daerah Lubuk Batang perbatasan Ogan Komering Ulu sampai membuat ku oleng sesaat. Dan satu lagi, saat menyeberangi Selat Sunda motor ini aku parkir di lambung kapal lalu ombak tinggi membuat semua motor yang terparkir didalamnya roboh, tak terkecuali motor ini. Speedometer dan lampu depannya retak dan baret.

Cerita masih berlanjut. Kini semasa bertugas di Palembang, pekerjaan sebagai surveyor lapangan mengharuskanku keliling Palembang. Motor ini pun jadi berjasa banyak, dengannya aku bisa menyelip lincah diantara kemacetan lalu lintas atau menembus jalan tikus untuk memotong waktu tempuh. Sangat wajar bila pengeluaran rutin ku kemudian adalah untuk pos bensin dan perawatan periodik motor ini. Aku bersyukur sekali karena untuk hal ini, kekasihku, yang aku kunikahi bulan depan bisa mengerti. Karena memang motor ini jadi alat buatku untuk menjemput rezeki dari Tuhan.

Secara fisik dan performa motor ini masih bisa diandalkan. Tugasku merawatnya dan membawanya ke bengkel kalau rusak atau untuk perawatan rutin. Karena bagaimanapun juga, motor ini adalah rezeki. Kalau tidak dijaga nanti susah, segala urusan jadi lambat. Dan karena motor ini juga nanti aku bisa punya cerita untuk anak/ cucu bahwa pernah aku tempuh perjalanan jauh yang menyenangkan dan motor ini adalah saksi bisuku saat jalan berdua bersama ibu/ nenek mereka. Ya, begitulah. Memang meski cuma benda tanpa nyawa, tetapi cerita sudah banyak dilalui bersamanya, kini dan mungkin juga nanti.

Comments

  1. mantap gan,, semangat ya gan,, ane juga penah tuh gan kejadian bgthu gan,,heheheh

    ReplyDelete
  2. hehehe keren, si biru fxrku cm paling jauh ke bandung, itupun skrg dah kujual wkwkwkwk

    ReplyDelete

Post a Comment

Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja