Selamat Jalan, Teman!

Kami seusia walaupun tidak saling mengenal sebelumnya.  

Pagi tadi saya mengunjunginya setelah terdengar kabar ia pulang ke kampung halamannya di Purwokerto. Tak jauh dari lokasi kampus tempat saya melanjutkan kuliah. Tidak ada alasan khusus yang membuat saya hadir kerumahnya, selain keterikatan sebagai sesama Alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan sesama anggota Korps Chakti Budhi Bhakti. Dirumahnya tampak tak ada keramaian yang terlalu begitu berarti, selain sejumlah orang yang duduk termenung sambil berbincang sekadarnya saja. Kehadirannya disambut biasa saja tanpa gegap gempita atau momen seremonial yang kini digandrungi banyak orang. Saya tidak heran, sebab saya dengar ia memang tidak terlalu menyukai keriuhan.  

Saya masuk kerumahnya dan menyapanya dengan tulus. Ia menyambut dengan tenang dan kami pun berbincang dalam diam. Tidak ada dialog, tidak ada ekspresi, semua mengalir begitu saja. Saya bediri dihadapannya dan mengucap takbir dengan lirih dan mendoakan kebaikan baginya. Tak jauh dari kami, sedari tadi duduk sekelompok wanita. Mungkin salah satu dari mereka adalah istrinya, sosok wanita yang kudengar sering ia telepon begitu tiba dikantor atau sesaat menjelang pulang untuk sekadar bertanya: Sayang, aku sudah mau pulang ini, mau minta dibawakan apa?”. Betapa ini menginspirasi dan membuat saya semakin mencitai istri saya. Sebuah hikmah yang semoga menjadi amal kebaikan baginya.  

Sejumlah orang didalam rumahnya tampak semakin sibuk. Saya memilih untuk menunggu diluar sebab tidak lama lagi tersiar kabar bahwa ia akan diantar ketempat peristirahatannya. Ya, ia tidak akan kembali lagi kerumah itu, tidak pula kekantornya. Ia akan dikebumikan untuk kembali ke sang Maha Pencipta. Pagi kemarin sebuah kecelakaan merenggut nyawanya dengan cepat tanpa disangka- sangka. Saya membayangkan dimalam sebelumnya ia masih bersama istri dan dua anaknya menjalani hari dengan rutinitas seperti biasa. Sampai akhirnya ajal menjemputnya pada keesokan paginya disebuah jalanan di Jakarta.

Pukul 09.30 saya bersama sejumlah orang yang turut hadir mengantarnya ke peristirahatannya yang terakhir. TPU Sumampir.  Ia dimakamkan bersebelahan dengan makam ayah dan kakaknya yang sudah meninggal lebih dahulu. Pohon Kamboja menaungi peraduan ketiganya. Saya termenung sesaat. Pandangan saya tertuju ke sebuah liang galian tanah. Disanalah jasadnya yang sedari kemarin terbujur kaku akan dimakamkan. Sebuah liang yang sangat sempit, gelap, panas, dan pengap. Jauh dari peradaban manapun. Tapi saya yakin bahwa hanya jasadnya saja yang akan bersemayam disana, sementara nyawanya akan diselamatkan oleh amal baiknya serta doa- doa orang yang menyayanginya. Jasadnya bisa jadi akan hancur tak bersisa dalam hitungan bulan, tapi lantunan doa yang tertuju baginya dan amal jariahnya akan abadi.

Perlahan demi perlahan, ia diturunkan dari tandu, diantar menuju liang yang telah menantinya. Sejumlah kepingan papan menjadi pemisah antara jasadnya dan dunia kita kini.

Selamat Jalan, Saudara Yuda Adi Guna

Alumni STAN Tahun 2007. AR KPP Pratama Banda Aceh. Agent Call Center KLIP KPDJP.  
Semoga ALLAH.SWT melapangkan kuburmu dan melimpahkan nikmat kubur bagi mu
Semoga ALLAH.SWT memberi kekuatan dan keikhlasan kepada Ibu, Saudara, Istri, dan anak- anakmu.

Comments

Popular posts from this blog

Sajak Pajak

Ayah: Dunia Seorang Lelaki

Touring Palembang- Baturaja