April 2001


Pernah dengar lirik jingle iklan yang bunyinya begini :'kulihat pelangiii.. disandal Melli' dibintangi oleh Dianna Pungky yang tayang diakhir tahun 2000 kalau tidak salah. Buat saya iklan itu, bukan sekedar iklan biasa, namun iklan yang jika kini saya mendengarnya, maka saya seperti kembali ke era 9 tahun lalu, ketika Ibu saya dengan senang hati menyanyikan jingle lirik lagu itu, mengenakannya dalam kegiatan sehari-harinya.. sampai suatu hari pelangi dalam lirik lagu itu seolah berpendar menghilang meninggalkan keindahan yang tidak akan pernah jelas sampai ke suatu titik di bumi ini...

Assalamualaikum wr wb dan apa kabar kawan semua?saya percaya didalam hidup ini tak ada hal yang patut disedihkan secara mendalam didunia ini, semua memang sudah ada jalan masing-masing dan memang begitu yang terbaik, saya bukan seorang fatalist tapi saya secara pribadi saya pernah merasakan nikmatnya berpasrah, nikmatnya menjadi tenang dalam kesederhanaan, tanpa harus melupakan kenangan. Karena masa lalu hadir bukan untuk disesali tapi lebih pantas lagi jika kini ia di jadikan pelajaran dan sebagai media yang mengingatkan bahwa kita pernah memiliki seseorang dalam hidup..

Penghujung tahun 2000
Saya masih duduk dikelas 2 SMP waktu itu, kegiatan sekolah berakhir pada sore hari jam lima setiap harinya, dan biasanya begitu pulang dari sekolah (jalan kaki pulangnya soalnya dekat dari rumah) saya langsung membuka tudung nasi, dan seperti biasanya sebelum makan, saya teriakkan :'maa... makan ma...'. sebuah kebiasaan ijin dengan berteriak yang masih terbawa hingga kini. Lalu dari dalam kamar, Ibu saya akan bilang:'lajulah.. cuman sisakan buat ya kakak kau, belum makan dia soalnya'. setelah makan, lalu piringnya kadang tidak saya cuci lagi (ibu saya menerapkan standar disiplin tingkat tinggi tentang aturan kerapian dan kesopanan) karena tidak beliau lihat. Lalu, saya sempatkan melihat kedalam kamar istirahatnya, lalu saya lihat Ibu sedang istirahat nampak lelah, sama persis lelahnya mungkin saat ia rasa ketika baru saja menyapu halaman depan rumah, belakangan Ibu memang sering sakit, badannya perlahan-lahan mulai nampak kurus.

Awal tahun 2001
Ibu sedang memasang kalender terbitan tahun masehi yang baru, 2001. disana terpampang poto presiden Gusdur beserta jajaran kabinetnya, namun bukan itu yang menjadi pusat perhatiannya. Ibu tertuju pada serangkaian 12 bulan yang tertera dikalender itu, lalu ia berkata yang mungkin tertuju kepada saya seperti ini: 'alangkah banyak nya hari-hari yang akan dilalui sepanjang tahun ini, coba lihatlah..' lalu beliau berjalan menuju dapur meninggalkan kalender yang sudah melekat didinding menggunakan paku payung berwarna logam yang sering iseng saya gunakan untuk melihat wajah saya sendiri melalui pantulan payungnya, disana bakal terlihat mata dan hidung saya yang menjadi lebih besar melebihi kepala saya sendiri :D.

Pernah suatu pagi saya menemani beliau periksa kesehatan ke Rumah Sakit Umum Baturaja, disana beliau berjumpa dengan teman2nya dan banyak dari teman2nya yang kaget melihat tubuh Ibu yang semakin kurus. Ibu tersenyum namun penampilan dan tatap matanya tidak bisa membohongi mata saya bahwa Ibu sedang menahan rasa lemas dan lelah ditubuhnya. Dirumah, kehidupan berjalan seperti biasa, sampai suatu hari Ibu meminta saya membelikan sandal untuk dipakai didalam rumah, dingin katanya kalau tidak dipakai, ya Ibu saya memang menderita Reumatik sejak satu tahun belakangan. saya sering lihat beliau minum obat yang ia minta titip belikan ke tetangga. Akhirnya saya belikan lah sandal Melly, karena sendal merk itu lagi booming di iklan TV masa itu. warnanya pelangi dan berbahan karet.

Seminggu beliau memakai sandal itu, namun ia merasakan semacam sakit dikakinya, rupanya tekstur bergelombang permukaan sandal itu telah membuat lecet telapak kaki ibu saya, dan lecet itu menjadi luka, yang tidak kunjung kering. setelah diperiksakan kedokter rupanya kondisi ini disebabkan oleh penyakit Diabetes Melitus yang diderita Ibu saya sejak dulu, akibatnya luka itu tidak mengering namun justru menimbulkan luka lain lagi yang makin melebar. dan semenjak saat itu, hari-hari ibu saya lebih banyak terbaring dirumah beristirahat sambil berjalan seadanya. bahkan jika mandi pun kaki itu harus tetap kering. Saat beberapa minggu kemudian kondisi Ibu semakin lemah dan diputuskan untuk dirawat inap di rumah sakit yang sama tempat dulu saya pernah menemani beliau periksa.

Awal Maret 2001
Ibu mulai tinggal di Rumah Sakit, saya kebetulan saat itu baru selesai ujian Caturwulan kenaikan kelas jadi waktu libur saya manfaatkan untuk tinggal dirumah sakit, menemani Ibu. Kabar baik yang bisa saya persembahkan bagi beliau kala itu yang sedang terbaring adalah saat saya menunjukkan buku raport yang menerangkan bahwa saya menjadi peringkat 1 dikelas kala itu dan sebuah piagam atas Juara Umum yang saya raih, lalu seperti biasa Ibu akan membubuhkan tandatangan di buku Raport saya untuk kemudian akan saya serahkan lagi ke sekolah. Jika sore hari saya dan kakak laki2 saya biasanya pulang kerumah, menemani kakak perempuan menutupi jendela dan sedikit berbenah di rumah lalu malamnya balik lagi ke Rumah Sakit, lalu Ayah saya pun biasanya akan membawakan makanan ke rumah sakit untuk kami. dan yang selalu menemani Ibu 24 Jam saat kami pulang atau tertidur adalah Nenek saya, Ibunya Ayah saya.

Selama di Rumah Sakit, kondisi luka di kaki ibu, dijaga sterilitasnya, perbannya diganti setiap hari, dan beliau mulai terbiasa dengan suntikan rutin hormon Insulin juga tambahan donor darah jika dokter meminta demikian. Kala itu, setiap tetes suntikan dan tiap tetes darah adalah perjuangan tersendiri bagi Ayah saya untuk menyediakannya, ditengah kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan untuk kebutuhan sehari-hari. Jika pagi-pagi biasanya saya dan kakak saya pulang kerumah dengan jalan kaki, untuk sekedar berhemat juga olah raga dan siangnya berangkat lagi ke Rumah Sakit. Setiap langkah itu bagi saya tidak berarti apa-apa, karena saya tidak paham apa itu arti hidup, apa beratnya mencari uang dan saya justru menikmati keadaan tersebut saat itu, karena saat Ibu dirawat, maka banyak sanak famili, tetangga yang datang membawa makanan, buah-buahan juga kadang memberi uang saku untuk pegangan barangkali mau jajan kue dirumah sakit. Saya juga malah pergi maen ke Rental PS dekat situ kalo di Rumah Sakit sedang banyak yang menunggui Ibu. Tapi cerita masih berlanjut, tak henti sampai disitu....

Awal April 2001
Kondisi Ibu kian parah, bangkit dari tidur sendiri pun beliau sudah tidak mampu lagi, harus dipapah dan dipegangi, pispot dan selang infus harus selalu 24 jam tersedia, dan perlahan beliau pun kehilangan nafsu makan. wajahnya memerah, bukan pucat. kondisi luka dikakinya makin melebar ke betisnya. Akhirnya diputuskan bahwa dalam waktu dekat kaki Ibu akan diamputasi untuk membuang sebagian besar kakinya yang mulai dan sudah membusuk. Namun usulan Amputasi ini ditolak Ayah saya, logikannya sederhana jika luka kecil pun tak mampu disembuhkan, bagaimana dengan luka besar akibat operasi? Makin banyak orang yang datang menjenguk Ibu, sepupu dan sanak famili menghibur saya yang kala itu mulai bisa merasa sedih dan mulai takut jika kehilangan Ibu. Mereka mulai mengingatkan saya tentang doa untuk kedua orang tua dan ayat-ayat pendek lainnya.

Pertengahan April 2001
Dokter mengatakan bahwa Ibu mengalami kesulitan dalam pernafasan, seperti ada semacam dahak atau serak dikerongkongannya yang membuat beliau tidak mampu berbicara dengan jelas, sehingga untuk membantu Ibu, dokter memasangkan tabung gas Oksigen disamping beliau lalu dipasang dibawah hidung. Saya melihat Ayah saya cuma bisa diam dan memegangi tangan beliau jika duduk disamping ranjang Ibu. sementara saya dan kakak-kakak saya duduk di lantai. Beruntung, ruangan Anggrek unit Penyakit Dalam Rumah Sakit itu kosong, jadi kami bebas jika mau tidur2an di ranjang pasien yang lain. Lalu saat kondisi Ibu kian parah, pada suatu siang saat itu, Ibu dikerumuni banyak orang. sementara saya duduk diranjang pasien yang lain, saya mulai bisa merasa sedih, tiba-tiba ditengah suaranya yang serak itu terdengar dengan jelas suara Ibu yang memanggil saya:'Adeeeekkkkk...'. Ya saya biasa dirumah dipanggil Adek karena saya memang anak Bungsu sebelumnya. lalu Saya diminta dipanggil mendekati Ibu, saya mencium kening Ibu, mengelap peluh didahinya kemudian memeluknya dan tetap duduk disamping nya sambil memgangi kedua tangan beliau. Pelan-pelan saya ikuti arahan kedua nenek saya untuk membisikkan kalimat takbir, tahmid dan tahlil ke telinga Ibu, membimbing beliau mengucapkannya pelan-pelan...

Disaat yang sama, kala itu adalah saat periode ajaran baru pendidikan sekolah, kakak saya baru saya mendaftarkan diri sebagai siswa SMA, dan kami sekeluarga merasa akan menjadi kebahagiaan besar bagi Ibu jika sempat melihat kakak saya mengenakan seragam SMA, lalu kami tunjukkan kepada Ibu bahwa anaknya yang kedua, kakak saya, kini telah masuk SMA...

20 April 2001, Malam..
Ibu mulai tenang, tidak ada lagi suara berat diantara nafasnya. Ibu pun tampak mulai bisa tertidur tenang, dan saya baru sadar bahwa saat itu kami sedang berkumpul lengkap keluarga besar diruangan itu, kamipun semuanya tertidur, kecuali kedua nenek saya yang tetap membacakan ayat-ayat suci Al-qur'an menemani Ibu yang mulai tenang.

21 April 2001, Dini hari..
Saya terbangun dan mendapati kedua nenek saya masih saja belum berubah posisinya, masih membaca Al-qur'an dan Ibu saya sepertinya sedang tertidur, lelap dan tenang... tapi saat saya semakin mendekat, saya tidak lagi mendengar bunyi gelembung udara dari tabung Oksigen yang terpasang disamping ranjang Ibu, dan saat saya sentuh Ibu sama sekali tidak bergeming, terbujur kaku dan diam dalam dingin, wajahnya pucat namun cerah. dan ketika itu juga, akhirnya Nenek saya menngatakan bahwa Ibu sudah pulang ke Rahmatullah, Ibu meninggal pukul 2 pagi tadi saat kami terlelap tidur, saya terdiam. tidak tahu harus berbuat apa, terdiam sekaligus untuk menenangkan diri, dan ketika semua yang lain mulai terbangun, sesaat seperti terjadi jeda dimana kami semua diam, menunduk lalu menatap sebuah wajah yang tanpanya akan kami lewati hari-hari depan. Kemudian, saat kami semua mulai menguasai diri masing-masing, kami mulai berkemas membereskan segala sesuatunya sambil menyiapkan rumah untuk menyambut jenazah almh.Ibu dan segala sesuatunya, saya pulang terlebih dahulu kala itu kalau tidak salah.. dan sesaat kemudian mobil ambulance tiba dirumah yang sudah kami pasang bendera hijau dan papan hitam keterangan duka.

Pada tanggal 21 April 2001, 9 tahun lalu.. Ibu meninggal dan dimakamkan, lalu segala sesuatu dalam hidup saya mulai berubah, keadaan menjadi lain tanpa Ibu, dua tiga bulan setelah beliau meninggal, saya masih sering bersedih, rindu.. ingin bertemu namun tidak tahu harus menemuinya dimana, kecuali di sebuah Lokasi Pemakaman Umum didekat rumah. Dan benar adanya bahwa doa adalah satu2nya yang bisa saya persembahkan untuk beliau dulu dan sekarang ini serta untuk nanti. Semenjak saat itu, memang Raport saya bukan lagi Ibu yang menandatangani.. tapi semua cerita pengorbanan dan kasih sayang oleh Ibu akan tetap tinggal terpatri dihati ini..

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki, penuh darah... penuh nanah

Seperti udara... kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas...ibu...ibu

Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu

Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas...ibu...ibu....


Wassalamualaikum...

Comments

  1. ga bisa koment apa gw rik...
    crita lw berlaku jg ke gw..
    cm bisa mendoakan skrg.. klu kangen jg kadang pe nitik in air mata.. pi Allah beri jalan yang paling baik buat ibu kita

    ReplyDelete
  2. terimakasih telah sudi berbagi, aku rasa siapapun baca tulisanmu ini tentu akan teringat kepada ibunya, entah masih ada, maupun yang telah tiada.

    selain berdoa, mari terus berusaha menjadi orang yg berguna agar pengorbanan orangtua kita tidak menjadi sia-sia

    semangat, bro !!!

    ReplyDelete
  3. @GWN:maaf gal kalo ini bikin kau jadi sedih, aku yakin seiring waktu pasti kita tambah kuat, karena suatu hal itu kl dia g bikin kita mati, maka dia akan bikin kita kuat, am i right? iya gal.. berdoa saja kita, dan memang sudah begitu ceritanya... hehehhe semangat ya brad!!!! Namanya Ibu g akan bs terlupa.. cm kadang ya itu pas lagi dtg tb masa2 kangen berat yang kadang agak jadi sedih.. :)

    ReplyDelete
  4. @CC:sama2 sob.. iya maksud tulisan ini memang gitu, paling tidak ya buat penulis pribadi ya hehehe.. dan untuk semangatnya terima kasih banyak.. it means a lot for me :D thanks again..

    ReplyDelete
  5. What a very touchy life experience you have. Indeed, I quite agree that we must resign everything to God for the inevitable things in life. Thx 4 sharing it, Erik.

    ReplyDelete
  6. @Anonymous:you are most welcome! well... i lost my count about how it is nice to be in a resignation after making efforts.. so hard to be that way, but so nice to be within it. :D:D:D:D

    ReplyDelete
  7. Son,,swear raso nak nangis aq bace cerite ngan itu,,tapi yang pastinyo aq yakin umak ngan tenang n bangga nginak ngan lah sukses,,terus doake kian son,,Pastinye ade kami dsini kance2 ngan yang selalu pacak ngan ajak becerite n ketawe2,same2 susah n senang,,,oke son???

    ReplyDelete
  8. @Angga: *terharu* mokase banyak Ngga.. :D:D:D:D kabari kian mun Juni ni ngan sempat ngayau ke Jakarta, cuman lum tekeruan pule, mungkin abis UAS aku kan care lame juge di huma Baturaje..

    ReplyDelete
  9. ibu memang wanita mulia/ btw, aku gak pernah nonton film yg kamu sebutkan itu.

    ReplyDelete
  10. @SCB:makasi fan.. iya hehehe, ada dulu itu iklannya... iklan doang bukan film.. Diana Pungky yang bintangin.. ketahuan fanny jarang nonton tv... nulis terus y fan? ;))

    ReplyDelete
  11. pastinye son ku enjuk kabar,,ai aq pule nak k batuhaje son,,hehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Jangan ragu untuk komentar.. :) Dan untuk menjaga komentar spam, mohon isi dulu kode verifikasi nya.. Trims.

Popular posts from this blog

Cerita Psikotes Erikson

Paradoksal Jakarta

Nonton Film King